Powered by Blogger.

Pages

  • Home
  • Meet Winda Reds
  • Books
  • Comics
  • Movies
  • TV
  • Winda Says
  • Back to 90s

Mrs. Redsview



  • Film yang satu ini sedang menarik perhatian seluruh dunia. Saya menontonnya di hari perdana penayangan di bioskop Indonesia. Jujur saja, kalau tidak menonton film Marvel di hari pertama tayang, saya bisa guling-guling galau macam kucing kepengin kawin. Lupakan Dilan. Proklamasi “Wakanda Forever” lebih menarik hati saya ketimbang “Berat, biar aku saja” (Jangan marah ya, gue emang orangnya enggak 
    kurang romantis hahaha).

    Karena keburu mudik long weekend dan sederet tugas kelas menulis fiksi yang bikin saya keteteran, saya baru sempat menulis review-nya sekarang. Semedi ke Planet Namec (seperti biasa), mendatangkan ide buat saya. Kali ini, saya tidak membuat review standar seperti pakem pada umumnya. Karena saking kesengsem sama film Black Panther, saya bakal racunin kamu.

    Inilah 10 alasan saya mengapa jadi jatuh cinta dengan film Black Panther.


    1. Aura berbeda dengan film Marvel lainnya
    Saya menjadi Marvel movie geek karena satu alasan : humor segar yang mewarnai film. Film Marvel (yang berbasis pada Marvel Cinematic Universe) memang memakai bumbu lengkap dalam formulanya. Celetukan sarkas Tony Stark, kelakuan absurd gengnya Starlord, sampai Thor yang ikut-ikutan geblek, membuat saya betah menyimak sampai post-credit scenes. Satu pengecualian hadir di film Black Panther.
    Film-film DC juga biasanya kelam dan serius, tetapi film Black Panther ini “gelap” dalam level yang sangat jauh di atas. Kekelaman film Black Panther terasa manusiawi bagi saya. Premis yang dibangun tentang seorang raja muda yang ingin membuktikan kemampuannya, dilengkapi dengan rangkaian kejadian yang membuat saya sadar : tidak pernah ada pahlawan ideal nan sempurna.


    2. Politis, tetapi tidak klise
    Namanya berlatar kerajaan, pastilah cerita dilengkapi intrik-intrik. Biasanya, saya termasuk malas menyimak intrik seperti ini (apalagi bau penggulingan, banyak kematian, kecurangan dari those backstabbing b*st*rd or b*t*h). Makanya, film Saur Sepuh pun saya cuma nungguin adegan rajawali abal-abal doang. Lagi-lagi, Black Panther mengemas intrik kerajaan ini dengan apik. Pengkhianatan, perebutan tahta, keinginan untuk reformasi, syok mengungkap borok pemerintahan masa lalu, you name it.
    T’Challa, Si Black Panther (Chadwick Boseman), mewakili generasi pemimpin muda yang ingin merengkuh perubahan, namun tetap mempertahankan nilai-nilai dasar Wakanda. Sementara, Killmonger (Michael B. Jordan) adalah sosok pemuda radikal yang merasa dirinya paling benar dan ingin jadi titik teratas dalam rantai makanan perpolitikan. Coba cari di Pilkada nanti, ada enggak yang model calonnya begini? #ngumpetdibaliho


    3. Girl power rules!
    Sepanjang saya menyaksikan heroines di Marvel Cinematic Universe, baru di film Black Panther ini saya bener-bener kesambet. I am so awestricken! Bukan hanya satu saja karakter wanita setrong dalam Black Panther, banyak! Trio jagoan cewek Black Panther bisa banget bikin Charlie’s Angels mewek minta pulang kampung.  
    Ada Nakia (Lupita Nyong’o) si agen intel cewek sekaligus mantan pacar T’Challa dan Shuri (Letitia Wright) adik tiri T’Challa yang kejeniusan teknologinya on par with Tony Stark. 

    Nakia (kiri) dan Shuri (kanan)
    pic from IMDB

    Yang paling gahar adalah Okoye (Danai Gurira) si pemimpin all-female paspampres Wakanda, Dora Milaje, yang super tegas.

    Okoye, lady boss Paspampres
    pic from IMDB
    Who run this movie? GIRLS! 


    4. Kontradiksi pada stereotip gender

    Hal lucu yang saya perhatikan dalam film ini adalah sebuah kontradiksi menonjol pada karakter-karakter ini secara gender. Karakter-karakter utama cowok seperti T’Challa dan Killmonger digambarkan berpenampilan fisik kekar, tangguh, pokoknya very manly. Tetapi, secara mental dan emosional, cowok-cowok ini sangat terlihat sisi rapuh dan tidak stabil. Penyebabnya? Dendam kesumat yang menghalangi ketulusan hati dan suara logika.
     
    real pic from IMDB
    edited by me :)


    Sementara, di sisi lain, cewek-cewek di film Black Panther menunjukkan kekuatan seorang wanita tanpa meninggalkan sisi kelembutan hati mereka. Sama sekali tidak ada gestur menjadi damsel in distress. Apalagi bermenye-menye kena pelet cinta sampai yang jatuh galau macam Toni Braxton nyanyi Unbreak My Heart di bawah pancuran kamar mandi (awas jebakan umur!).

    Four b*d*ss ladies of Wakanda
    pic from pinterest

    Nakia yang notabene masih mengharapkan T’Challa, enggak kecentilan menggoda dan minta dikelonin. Mungkin kalau Nakia enggak gerak, film enggak bakal lanjut hehehe. Shuri yang gayanya abege kekinian nan bebas, menunjukkan tanggung jawabnya sebagai pengendali teknologi Wakanda. Okoye yang sempat keras hati mempertahankan idealismenya, mau bangkit di saat ia dibutuhkan menyelamatkan Wakanda yang dicintainya. Jangan lupakan Ibu Suri Ramonda (Angela Bassett) yang enggak kehilangan karisma dan wibawanya dalam kondisi sulit sekalipun. Laff bingit pokoke, Qaqaaaa!


    5. Sentilan isu sosial yang enggak lebay
    Adegan di awal film Black Panther menampilkan misi rahasia Nakia dalam perbudakan wanita Afrika. Hal yang (nampak) primitif, tetapi masih nyata ada di abad ke-21 ini. Pencurian vibranium dan artefak Wakanda oleh Ulysses Klaue (Andy Serkis) dan Killmonger menampar kita pula tentang sumber daya alam milik sebuah negara yang semena-mena dirampas oleh pihak tak bertanggung jawab. Indonesia jelas mengalami ini juga, kan?
    Begitu berat menyeimbangkan kemajuan teknologi dan mempertahankan nilai-nilai luhur tradisi sebuah bangsa. Dari Wakanda, kita dapat belajar banyak untuk memanfaatkan teknologi sebagai penyokong kebudayaan bangsa, bukan menghamba kepadanya.


    6. Empat (puluh) jempol untuk penata busana dan latar
    Saya baru tahu belakangan dari sebuah akun Twitter @diasporicblues. Ternyata, banyak fakta keren tentang busana dan latar yang dipakai dalam film Black Panther. Ia mengungkapkan di sana sini, banyak properti, busana, dan tata rias yang terinspirasi dari berbagai budaya di daerah-daerah Afrika.



    Inilah yang membuat film Black Panther terasa lebih nyata karena memang terinspirasi dari peradaban dari dunia kita sesungguhnya. 
    Sampai pada hal yang saya tidak duga, bahasa dan aksara unik Wakanda, ternyata berasal dari sebuah bahasa bernama Xhosa yang masih digunakan hingga kini.



    Luar biasa kerja keras Ruth E. Carter (penata busana) dan Hannah Beachler (desainer produksi) Black Panther yang berhasil menyuguhkan kultur Wakanda yang “Afrika banget” sehingga tidak terlihat sebagai sebuah negara fiktif belaka.


    all screenshots are taken from twitter.



    7. Jangan (lagi) pandang (artis) Afrika sebelah mata
    Film Black Panther bukan hanya menyajikan Afrika dalam latarnya. Sederet pemeran berbakat dari Afrika turut menghiasi film ini dan menempati peran-peran pendukung vital yang mencuri perhatian. Akting Lupita Nyong’o, aktris peraih Oscar asal Kenya, tentu tak diragukan lagi kualitasnya. Danai Gurira, aktris yang besar di Zimbabwe (kita bisa lihat perannya sebagai Michonne di serial The Walking Dead), menjiwai karakter Okoye, baik secara fisik maupun emosional. Daniel Kaluuya (pemeran W’kabi, berdarah Uganda) dan Winston Duke (pemeran M’Baku, asal Trinidad-Tobago) menampilkan akting yang kuat sebagai petinggi suku-suku penting di Wakanda. Immersing yourself into these kind of roles is not easy, but they can pulled it through! Bravo!


    8. Sebuah harapan untuk memenangkan Infinity War (hati-hati berbau spoiler)
    Kalau kamu sudah melihat trailer Avengers : Infinity War part 1 yang bakal tayang Mei 2018, coba perhatikan baik-baik.



    Wakanda menjadi salah satu latar adegan peperangan. Menonton film Black Panther ibarat menemukan mata rantai yang hilang. Bumi punya kesempatan memenangkan pertarungan dengan alien. Caranya? Ya, memanfaatkan teknologi canggih yang sebenarnya datang dari luar angkasa pula : teknologi berdasar vibranium di Wakanda. Teknologi ini tidak hanya mampu menyediakan senjata super. Yang jauh lebih penting, teknologi vibranium juga bisa menyembuhkan luka dan menyelamatkan jiwa.
    Semoga saja, bunga-bunga Heart Shaped Herb pemberi kekuatan bisa dibudidayakan (apalagi dengan asupan pupuk kelas wahid) dan semakin banyak prajurit yang bisa punya kekuatan super untuk menghajar cecunguk luar angkasa.


    9. Bilbo dan Gollum dapat adegan head-to-head
    Buat penggemar trilogi The Hobbit, mungkin kamu bakal histeris enggak karuan seperti saya. Di film Black Panther, kamu bisa ketemu Bilbo dan Gollum dalam satu adegan berdua saja! Well, mereka enggak memperebutkan cincin Sauron sih.
    real pic from IMDB
    edited by me :)

    Andy Serkis, pemeran Gollum, di sini menjadi Ulysses Klaue, si bandit perampas vibranium. Sedangkan Martin Freeman, meninggalkan rambut acak-acakan Bilbo Baggins dan menjadi agen CIA klimis, Everett Scott. Alasan yang sungguh receh, tapi cukup bikin gue dilihatin sama orang-orang yang duduk sederetan sama gue di bioskop hahaha!


    10. Calon mode baru buat seragam pengajian atau Lebaran 2018
    Fakta paling epik saya taruh di penghujung daftar ini. Dasar Indonesia yang selalu terdepan dalam sensasi, baru beberapa hari tayang, Black Panther langsung menjadi inspirasi mode. Lihat apa yang saya temukan waktu search di Tokopedia :

    dipilih dipilih dipilih LOL XD

    Di Tanah Abang mungkin udah ada yang nawarin grosirannya, cuy! Bolehlah pesen buat seragam pengajian. Atau mungkin mau cicil bikin seragam sarimbit buat Lebaran nanti, yekannn??
    Sekalian bikin dua warna, soalnya koko putih yang dipakai T’Challa di tanah akhirat juga kece, lo!


    Hari ini tepat seminggu film Black Panther tayang di Indonesia. Per hari ini juga, saya cek Tomatometer di Rotten Tomatoes mencapai 96% dengan average rating 8.2/10.  A solid proof that Black Panther is a very recommended movie!

    Kamu belum nonton? Rugi bandar, Kawans! Buruan pesen tiket daripada nyesel!

    - headline photo from joblo.com, edited by me :) -

    ----------

    Judul film : Black Panther
    Genre : Action, fantasy
    Produksi/Distribusi : Marvel Studio/Walt Disney Picture
    Sutradara : Ryan Coogler
    Pemeran : Chadwick Boseman, Michael B. Jordan, Lupita Nyong’o, Letitia Wright, Danai Gurira, Martin Freeman, Andy Serkis, Forest Whitaker, Angela Bassett, Winston Duke, Daniel Kaluuya
    Durasi : 134 menit

    ----------


    Wakanda Forever! I neva freeze!


    Continue Reading
    pic from pinterest


    Judul film : (500) Days of Summer
    Genre : Romance, drama
    Sutradara : Marc Webb
    Pemeran : Joseph Gordon-Levitt, Zooey Deschanel, Chloe Grace Moretz, Geoffrey Arend, Matthew Gray Gubler
    Durasi : 1 jam 35 menit
    Rating : PG-13
    Tahun rilis : 2009

    ----------

    Dalam formula film romantis, tokoh wanita biasanya digambarkan sebagai sentral cerita yang jadi emosional karena cinta. Apalagi jargon “Wanita dari Venus dan Pria dari Mars” semakin menegaskan bahwa wanitalah yang biasanya “termehek-mehek” soal urusan asmara.

    (500) Days of Summer menjungkirbalikkan anggapan bahwa pria tak bisa jadi rapuh karena cinta. Sepanjang film, kita akan melihat bagaimana seorang pria bisa begitu takluk akan cinta hingga mengobrak-abrik hidup dan logikanya.

    Adegan dibuka dengan seorang gadis remaja tergesa-gesa pergi ke suatu tempat dengan sepedanya. Gadis tersebut, Rachel (Chloe Grace Moretz), ternyata menemui kakak lelakinya, Tom Hansen (diperankan dengan menawan oleh Joseph Gordon-Levitt). Tom sedang patah hati berat hingga hidupnya kacau balau. Cerita pun bergulir tentang apa yang menyebabkan Tom menjadi seperti itu.

    Tom Hansen berkenalan dengan Summer Finn (Zooey Deschanel) di kantornya, sebuah perusahaan kartu ucapan. Summer adalah asisten atasan Tom yang baru. Tom bekerja sebagai desainer kartu ucapan, menyimpan cita-cita dan passionnya di bidang arsitektur.

    Sejak pandangan pertama, Tom sudah terjerat oleh pesona Summer. Apalagi ketika Tom mengetahui Summer memiliki selera musik yang sama. Dalam sebuah acara malam karaoke, Tom dan Summer berbincang tentang arti cinta. Di sinilah Tom mengetahui bahwa Summer memandang cinta tidak seserius dirinya. Meskipun demikian, Tom dan Summer akhirnya menjadi dekat dalam sebuah hubungan.

    Tom dan Summer menghabiskan banyak waktu bersama. Bermesraan, saling berbagi kisah-kisah berkesan dalam hidup mereka, dan menikmati kebersamaan tersebut. Hidup Tom terasa tak pernah lebih baik daripada ini. Seiring mendalamnya hubungan mereka, Tom semakin bertanya-tanya. Apakah arti dirinya bagi Summer?

    Teman-teman Tom (Geoffrey Arend dan Matthew Gray Gubler) dan adik tirinya, Rachel, mendesak Tom untuk menanyakan keseriusan Summer dalam hubungan. Jawaban Summer ibarat menjatuhkan bom pada Tom. Summer menganggap Tom hanya sebagai “seorang teman” yang membuatnya bahagia. Tom meradang, apalagi mengingat hubungan mereka sangat intim sebagai teman.

    Sebuah insiden terjadi di bar sehingga Tom dan Summer mengalami pertengkaran besar pertama mereka. Summer mengungkapkan bahwa ia tak bisa menjamin selalu memiliki perasaan yang sama terhadap Tom.

    Setelah kejadian itu, hubungan Tom dan Summer merenggang. Summer terlihat tak setertarik sebelumnya dan Tom mulai merasakan Summer menjauh darinya. Sampai pada sebuah kencan, Summer dengan santai mengusulkan untuk putus saja.

    Summer mengungkapkan bahwa dirinya tak sebahagia dulu dengan Tom yang sekarang. Tetapi, Summer tetap menganggap Tom sebagai sahabat. Tom hancur dan meninggalkan Summer.

    Putusnya hubungan dengan Summer membuat pekerjaan Tom ikut berantakan. Tom tak menyadari bahwa seisi kantornya tahu bahwa Summer adalah penyebab Tom menjadi begitu merana.

    Inilah yang membawa Tom kepada kondisi depresi seperti yang ditunjukkan pada adegan awal film.

    Belum cukup derita Tom, Summer ternyata mengundurkan diri dari pekerjaannya. Tom semakin merasa tersisihkan dari hidup Summer.

    Hingga suatu hari, Tom kembali bertemu Summer. Pertemuan singkat ini pun mendekatkan kembali Tom dan Summer. Apakah Tom akhirnya berhasil meraih hati Summer dan meyakinkannya bahwa cinta sejati itu nyata adanya?

    ----------

    Keunikan utama dari film (500) Days of Summer terletak pada cara penceritaannya. Menggunakan alur campuran, penonton akan menjalani hari-hari Tom dan Summer secara maju-mundur, tidak dalam urutan runut.

    Saya iseng memerhatikan, lo! Pada ilustrasi petunjuk hari, kita sebenarnya bisa tahu bagaimana perasaan Tom saat itu. Cukup dengan melihat bagaimana suasana gambar ilustrasi, apakah terlihat cerah atau kelam.

    Penuturan kisah mayoritas diambil dari sudut pandang Tom. Kita semacam merasakan jadi penumpang "roller coaster" isi hati Tom. Nantinya, kita akan mengetahui hal-hal yang luput dari pandangan Tom pada kenyataannya. Yah, namanya juga dimabuk cinta, tentu ada hal-hal yang terlewat dari penilaian obyektif, ya!

    Soal akting pemerannya, saya acungi jempol untuk Joseph Gordon-Levitt dan Zooey Deschanel. Mereka berhasil menampilkan kisah cinta urban yang manis, tanpa terlihat cheesy.

    Joseph Gordon-Levitt memang sudah piawai memainkan tokoh cowok hopeless romantic seperti ini. Teringat penampilannya kala remaja di film teen flick favorit saya, 10 Things I Hate about You. Gestur Tom yang sesekali terlihat kikuk, penuh pengharapan, dan sibuk berkhayal kesempurnaan cinta, tersampaikan dengan baik oleh akting Joseph Gordon-Levitt.

    Sementara, Zooey Deschanel, tetap dengan quirkiness-nya sebagai gaya andalan. Summer punya semacam signature style.Ia bisa memikat pria hanya dengan senyum maut dan tatapan matanya. And, of course, I always love how she dresses in her vintage style, inside and outside the screen.

    Pemeran favorit saya jatuh kepada Chloe Grace Moretz, yang masih “kinyis-kinyis” di film ini. Tokoh Rachel yang swag dan lebih mengerti urusan cinta daripada Tom, sangat mencuri perhatian saya. Gemesin banget! Tak disangka, gadis tomboy di film ini sekarang sudah menjelma menjadi aktris muda nan sensual.

    Film ini mengambil latar di Los Angeles dengan penekanan gedung-gedung berarsitektur keren untuk menunjukkan minat besar Tom sebagai tokoh utama. Jika biasanya, L.A. identik dengan Hollywood, di film ini kita mendapatkan aura berbeda dari L.A. Aura artistik dan berbau vintage begitu selaras dengan penceritaan isi hati Tom yang mendayu-dayu.

    Nah, yang bikin film ini makin juara, tentu saja soundtracknya yang keren! Memang, artis-artis yang mengisinya bukan nama-nama besar. Namun, sampai saat ini, soundtrack (500) Days of Summer memegang rekor dalam hidup saya, sebagai album soundtrack yang saya sukai semua track-nya.

    Lagu yang paling hits datang dari The Temper Trap, band Australia dengan vokalis berdarah Indonesia. Film ini pula yang melejitkan lagu “Sweet Disposition” sebagai lagu yang laris diputar di era 2009-2010.

    Tembang favorit saya adalah “Us” dari Regina Spektor. Instrumentalianya sederhana, namun mengena. Lagu ini mengiringi adegan pembuka film yang menampilkan semacam dokumentasi masa kecil Tom dan Summer. Really sweet!

    Plus, tentu saja, lagu “Please Please Please Let Me Get What I Want” dari band lawas, The Smiths yang menghangatkan hati. Zooey Deschanel membuat remake lagu ini bersama bandnya She and Him dalam film ini pula.

    (500) Days of Summer adalah sebuah kisah romantis yang terasa manusiawi dan dikemas apik. Tak salah jika film ini mendapatkan standing ovation ketika pertama kali diputar di Festival Film Sundance. Rating Rotten Tomatoes-nya pun mencapai 85%! A must watch for your lovely movie night!

    Setelah menonton film ini, saya pun tak lagi punya pandangan boys don’t cry. Bagaimanapun juga, pria juga manusia yang punya hati dan rasa. Cinta bukan dongeng yang selalu berakhir bahagia, namun selalu ada pelajaran mendewasakan diri di dalamnya.



    So, guys, be vulnerable as you like and stand up when you think it is the time to fight for your love ❤️❤️

    ----------

    Final verdict for (500) Days of Summer :


    10 out 10 stars! Perfect! 😻😻😻(Currently, this movie still hold the best romantic movie in my playlist)

    Continue Reading
    pic from wattpad


    Judul buku : Legacy
    Jenis buku : novel
    Genre : fantasy, teen
    Penulis : Pratiwi Mayasari
    Editor : Sevy Kusdianita
    Tebal : 358 halaman

    Penerbit : Histeria, Yogyakarta
    Cetakan : 1, November 2017
    ISBN : 978-602-5469-50-3
    Harga : Rp. 69.500,- (berlaku di Pulau Jawa)

    ----------


    BLURB

    Valerie mencoba menolak statusnya sebagai seorang Legacy. Selama 15 tahun neneknya menyembunyikan nama keluarga mereka, membuat semua orang berpikir klan Travias sudah punah bersama kematian ibunya. Kini ia harus hidup dengan semua yang ia benci dari seorang Legacy : perhatian publik, segala perlakuan istimewa, status sosial, dan kedekatan dengan keluarga kerajaan. Bahkan saat upacara penobatannya sebagai seorang Legacy yang siap bertugas, ia masih ragu untuk mengucapkan sumpah setia – atau lebih tepat disebut sumpah mati – untuk melindungi keluarga kerajaan.

    ----------

    SINOPSIS (NO SPOILER!)

    Valerie tak mengerti mengapa gadis desa sepertinya bisa punya kesempatan masuk ke sekolah elit Pinewall. Kesehariannya berkebun apel dan mengejar domba sungguh tak sepadan dengan pergaulan kelas atas murid-murid sekolah terkemuka di Negeri Riverra itu.

    Terlebih ketika Valerie mengenal kaum Legacy, pasukan khusus pelindung kerajaan yang sudah digembleng sejak kecil. Anggota Legacy berasal dari klan-klan terpilih : Astain, Ravendall, Yllusa, Rofallo, dan Etherwind. Semula, ada satu klan lagi yang turut bergabung. Klan Travias, dianggap sudah punah sejak kematian keturunan terakhirnya, Evelyn Travias.

    Dalam sebuah insiden, Valerie mendapatkan perhatian dari ketua Legacy di Pinewall, Killa Astain. Murid kelas tiga yang tampan dan sangat tenang itu mengungkapkan ketertarikannya terhadap Valerie. Valerie mendapatkan pelajaran bela diri dari Killa, sesuatu yang tak pernah diajarkan kakek dan nenek yang membesarkannya selama ini.

    Sebuah rahasia pun terungkap : Valerie adalah putri Evelyn Travias! Ini berarti, klan Travias belum punah dan Valerie pun berhak untuk menjadi anggota Legacy.

    Valerie tak dapat menerima kenyataan ini. Seorang Legacy akan mendapatkan perhatian sangat besar. Kesempurnaan dituntut dari mereka dalam segala aspek kehidupan. Hal ini sulit ditoleransi Valerie. Ia biasa hidup bebas, apa adanya, dan jujur saja, menjadi pusat perhatian adalah salah satu fobianya.

    Valerie yang sangat amatir, jatuh bangun menghadapi latihan-latihan yang menempanya menjadi seorang Legacy. Harga yang harus dibayarnya pun mahal. Beberapa kali Valerie terancam kehilangan nyawa dan menjadi outcast di Pinewall. Namun, kejadian-kejadian pahit tersebut tak menyurutkan semangatnya untuk terus bangkit.

    Killa Astain, Fira Ravendall, Kirara Yllusa, Gun Rofallo, dan Davis Etherwind mendukung Valerie, terlepas dari segala kekurangannya. Tanpa disadarinya, Valerie yang memiliki kecantikan unik, mental tangguh, dan kekerasan hati, memikat beberapa pria di sekitarnya. Tak hanya Killa yang terpesona, Davis yang biasanya sedingin es pun melumer di hadapannya. Belum lagi Tyler Thallion, sang Putra Mahkota kerajaan.

    Dalam perjalanannya menjadi seorang Legacy, Valerie mengungkap banyak rahasia kelam yang selama ini tersimpan. Termasuk sebuah konspirasi besar yang mengancam negeri Riverra, dimana ibunya ternyata memegang kunci keselamatan kerajaan dan mengamankannya dengan jiwanya.

    ----------

    Akhir 2017 lalu, saya mengikuti kelas menulis dalam gelaran Girls In Tech Festival (GITFEST). Dalam kelas yang dibawakan oleh Storial tersebut, saya memutuskan untuk mengaktifkan kembali akun Storial saya.

    Tak disangka, belum lama bergabung, saya diajak ikut sebuah proyek menulis oleh beberapa penulis yang lebih senior di Storial. Dalam proyek tersebut, saya bertemu dengan cewek keren ini. Pratiwi Mayasari, seorang blogger, traveler, dan tentu saja author yang captivating!

    Legacy pun tayang lebih dulu di Storial, sebelum akhirnya dipinang oleh penerbit Histeria.

    Karya Maya – begitu ia akrab disapa – menarik perhatian saya. Meskipun banyak berkutat di genre remaja (teenlit), Maya punya sebuah ciri khas dalam merancang protagonisnya. Cewek tangguh yang berani menantang dunia, meskipun didera banyak masalah dan rintangan. Karakter ini pula yang menjadi dasar seorang Valerie Travias.

    Karakter-karakter lain dalam Legacy pun sama menariknya. Semua digambarkan punya dua sisi yang membuat mereka terlihat manusiawi.

    Killa yang terlihat tenang dan bijak, menyimpan luka di hati. Fira yang meledak-ledak, bisa juga jadi sosok yang perhatian dan penyayang. Gun yang cuek dan santai, berubah menjadi serius dan bisa diandalkan. Kirara yang minim ekspresi, mampu menyuarakan empati dengan caranya sendiri. Davis yang dingin dan pendendam, bisa mencak-mencak karena obsesi keteraturan dan kebersihannya yang kompulsif. Bahkan si flamboyan Tyler yang lagaknya mirip Cassanova dengan “belagu level 10”, diam-diam cerdik dan penuh rencana.

    Saya bisa merasakan perkembangan dan pertumbuhan karakter-karakter utama dalam Legacy. Kebingungan mereka, pergulatan mereka menghadapi tekanan demi kesempurnaan, bagaimana mereka menemukan alasan tulus untuk menjalani takdir mereka.

    Siapa karakter favorit saya? Davis Etherwind! Cowok ini benar-benar susah ditebak. Seringkali macam pembunuh berdarah dingin, tetapi punya sisi konyol ketika OCD (Obsessive Compulsive Disorder)-nya kambuh dan suka mabuk diam-diam kalau stres. Masa kecil Davis yang kelam membentuk karakter yang sebenarnya rapuh, di balik keperkasaannya. Jadi pengen unyel-unyel kalau dia lagi mellow!

    Seperti halnya cerita fantasi, pembaca akan menemukan banyak karakter pendukung. Namun, jangan cemas, kita bisa mudah mengingat dan mengenali mereka. Maya dapat meramu kata-kata sederhana menjadi deskripsi yang sangat jelas. Hanya dari dialog dan gestur, kita bisa memahami karakter seperti apa yang sedang diceritakan.

    Penggambaran rinci ini diperkuat oleh wordbuilding Maya yang sangat baik. Saya bisa membayangkan bagaimana suasana Pinewall, kamp latihan neraka, hingga adegan aksi dan pertarungan Legacy melawan musuh-musuh mereka.

    Penggunaan kosa kata yang jauh dari njelimet tentu saja memudahkan saya melahap buku ini dalam waktu sekitar tiga jam saja.

    Membahas alur cerita, saya menikmati penceritaan Legacy yang termasuk dapat memainkan tempo dengan cukup baik. Di awal, perkenalan dibuat tidak terlalu panjang. Seiring kisah berjalan, kita seperti halnya Valerie, mengetahui banyak hal di balik Legacy dan masalah yang dihadapi Negeri Riverra.

    Sayang, saya merasakan adanya eksekusi yang terburu-buru pada seperempat terakhir buku. Adegan-adegan aksi seperti ditumpuk menjadi satu. Mungkin maksudnya untuk meningkatkan tensi cerita menjadi seru dan memberi ledakan demi ledakan yang belum terasa pada bagian-bagian sebelumnya.

    Maya langsung mengungkap sederet pelaku secara hampir bersamaan. Membuat klimaks adegan menjadi terseret-seret karena tokoh sentral “penjahat bengis” yang seharusnya, malah tidak mendapatkan porsi yang cukup untuk menyorot karakter durjananya.

    Namun, saya bisa memaklumi ini karena (spoiler dikit, ya), Legacy memiliki open ending. Artinya, kemungkinan besar, akan ada sekuel dari Legacy yang menjanjikan petualangan lebih seru. Termasuk lebih banyak kejadian tragis dan rahasia gelap yang terbuka di buku mendatang. Pembaca pun mulai membuat kubu untuk nge-ship hubungan Valerie dengan cowok-cowok keren potensial di buku ini.

    Saya tidak banyak membaca karya fantasi lokal. Mayoritas saya membacanya secara online di platform semacam Storial dan Wattpad. Namun, melihat Legacy, saya jadi bersemangat untuk mencari buku-buku fantasi lokal yang layak baca.

    Terlepas dari premis yang mungkin terlihat mirip dengan buku-buku impor, saya menghargai usaha para penulis fantasi untuk menghadirkan kisah khayalan yang memukau. Ini enggak gampang, lo! Saya saja masih angkat tangan kalau disuruh menulis genre ini hehehe.

    Secara teknis, Legacy disunting dengan cukup rapi. Tata letaknya tidak memusingkan dan ukuran font­ bersahabat bagi mata saya. Kalau bisa memberi masukan, semoga di sekuelnya nanti, Legacy memiliki cover yang lebih catchy. Bisa dengan penambahan siluet tokoh-tokoh sehingga ada bayangan pembaca ketika melihat sampul buku. Sampul yang ada sekarang, saya lihat terlalu sederhana dengan tipografi yang tak terlampau istimewa.

    Overall, Legacy memberi sebuah pencerahan bagi saya untuk tidak menyerah menjalani takdir yang sudah digariskan. Memang, kita tidak dapat mengendalikan penuh bagaimana hidup dan nasib berjalan. Tetapi, kita selalu punya pilihan cara bagaimana menjalaninya, termasuk melewati rintangan dan tantangan, bukan melarikan diri darinya.


    ---------

    LEGACY QUOTES

    “Oke Valerie. Kau di sini bukan untuk menyenangkan siapa pun. Kau di sini untuk melakukan apa yang benar.” – Valerie (hal. 60)

    “Kau tahu, aku suka kalau seseorang balik melawanku. Hidup terlalu mudah kalau semua orang menghamba padamu.” – Fira (hal. 123)

    “Oh, tenang saja. Mereka akan datang untukmu. Mereka akan selalu ada di saat kau membutuhkan mereka. Itulah yang dilakukan sesama Legacy.” – Nenek Valerie (hal. 159)

    “Ikuti aturan mainku atau aku akan membuat hidupmu berantakan. Percayalah, aku bisa melakukan apa pun di negara ini.” – Tyler (hal. 186)

    “Menolak bertugas memang terdengar mudah dan menyenangkan. Tapi bagiku pribadi, tugas ini adalah tugas mulia. Tak banyak orang yang bisa mengabdi untuk Riverra dengan akses yang luar biasa seperti ini. Keluarga kerajaan membutuhkan kita, Valerie. Tak ada lagi yang bisa mereka percaya selain para Legacy mereka.” – Killa (hal. 209)

    “Valerie Travias mengumpat. Aku kira aku sudah lihat semua hal di negeri ini, tapi ini benar-benar baru.” – Davis (hal. 284)

    ----------


    Now, the final verdict for Legacy :


    8 out of 10 stars!


    (satu bintang ekstra karena cogan alias cowok ganteng yang bertaburan di buku ini hehehe)
    Continue Reading
    pic : infobandung.com


    Judul film : Dilan 1990
    Genre : drama, romance
    Produksi : Falcon Pictures
    Sutradara : Fajar Bustomi, Pidi Baiq
    Pemeran : Iqbaal Ramadhan, Vanesha Prescilla, Giulio Parengkuan, Omara Esteghlal, Teuku Rifnu Wikana, Happy Salma, Ira Wibowo, Farhan
    Durasi : 112 menit
    Rating : Remaja (13 tahun ke atas)

    ----------

    Halo, kawans!

    Ini review perdana di blog terbaru saya. Saya memilih film yang lagi hits berat di Tanah Air saat ini : Dilan 1990.

    Well, sebenarnya saya termasuk telat menonton. Dilan 1990 sudah rilis sejak 25 Januari 2018 dan saya baru menyaksikan di minggu ketiga penayangannya. Harap dimaklumi ya, emak rempong harus curi-curi waktu buat bisa menikmati nonton bioskop tanpa ganggguan hahaha!

    Sehari sebelum saya menonton di hari Jumat, 9 Februari, saya membaca berita online yang memuat keberhasilan Dilan menembus 4juta penonton! Saya yakin betul, tidak sedikit yang menontonnya lebih dari satu kali. Begitu kuatnya pesona Dilan sampai membuat jutaan orang Indonesia jadi termehek-mehek.

    Apalagi begitu baca review suka-suka ala Teppy, penasaranlah saya. Ingin ikut jadi tante-tante yang terpuaskan oleh (Dek) Dilan.

    Sebelum menonton, saya sudah terlebih dahulu membaca novel karya Pidi Baiq ini. Dilan 1990 dan Dilan 1991, saya lahap dalam 2 hari saja. Jujur, sudah ada bayangan tersendiri tentang Dilan dan Milea yang terbentuk di otak saya.

    Namun, sebagaimana halnya menonton sebuah film yang diadaptasi dari novel populer, saya wajib menguras dan mengosongkan pikiran. Membandingkan isi novel dan film secara apple to apple tentu saja enggak adil. Film sepantasnya mengambil inti-inti terbaik dan terpenting dari novel lalu memvisualisasikannya dengan pas.

    Jadi, apa yang terjadi waktu saya menonton Dilan 1990, di siang bolong, sendirian, bergabung dengan sederet ABG SMP dan SMA?

    Ini dia cerita saya.
    ***


    Dilan 1990 mengangkat kisah di novel pertama berjudul sama. Kisahnya punya premis sederhana.

    Alkisah di Bandung, menjelang akhir tahun 1990, seorang cowok SMA bernama Dilan (Iqbal Ramadhan) naksir sama cewek baru di sekolahnya. Milea Adnan Hussain (Vanesha Prescilla), cewek kelas sebelah yang digambarkan cantiknya diabisin sendiri. Biar nambah gemes, dipakailah formula andalan = bad boy fell in love with a pure, feminine girl (biasanya di shoujo manga, ini macam pakem standar).

    Tapi, ternyata Dilan bukan bad boy standar yang kerjanya godain cewek di pinggir gang. Dilan adalah Panglima Tempur dari sebuah geng motor yang disegani. Bapaknya tentara dan ibunya guru. Kloplah meramu sosok Dilan yang terpandai di kelas, sekaligus terbengal seantero sekolah.

    Lia – begitu Milea akrab dipanggil – awalnya enggak tertarik dengan Dilan. Cara Dilan mendekati Lia, yang juga anak seorang tentara, emang campuran gombal dan garing. Berlagak jadi tukang ramal, melontarkan kalimat-kalimat aneh (semacam “Aku belum mencintaimu sekarang, tapi enggak tahu kalo entar sore”), adalah beberapa di antaranya.

    Namun, tingkah Dilan yang manis dengan caranya sendiri ini menyadarkan Milea. Dilan adalah cowok yang tulus menyukainya, melindunginya, dan hanya ingin membahagiakannya. Barisan cowok-cowok yang mengharapkan hati Milea, semua sukses gigit aspal. Mulai dari Beni si posesif bin sengak, Nandan si ketua kelas teladan, sampai Kang Adi si mahasiswa kampus gajah yang pedenya tingkat dewa.

    Kibasan poni Dilan, eh maksudnya, kibasan perhatian Dilan, apalagi pas baca puisi-puisi rahasianya, bikin semua ABG cewek dan tante-tante haus nostalgia kompak bilang : AWWW, SO SWEET BANGETTTT!

    Dilan dan Milea semakin dekat. Sampai ibu-ibu mereka saling bertemu dan langsung akrab (ya iya, sesama istri tentara, semacam udah sama frekuensinya). Padahal posisinya masih geje. Entah udah jadian, masih TTM (Temen Tapi Mengharapkan), atau ya udah jadi soulmate tinggal nunggu lamaran ke rumah abis lulus SMA aja, Jon.

    Terus, dimanakah konflik yang bisa memecah belah persatuan hati dua insan yang tengah bersemi?

    Jawabannya : posisi Dilan sebagai Panglima Tempur. Solidaritas brotherhood atau pujaan hati yang bikin klepek-klepek. Rindu emang berat. Tapi lebih berat lagi kalo pasukan beraksi tanpa jenderalnya.

    Nah, nantikan di Dilan 1991, konflik ini bakal diperdalam karena di Dilan 1990 belum terasa ganjalan berarti di hubungan Dilan-Milea.

    Oke, saya rada bingung mau merangkum ceritanya, karena takut banyak spoiler yang merusak kekhusyukan fangirling di film ini.

    ***


    Jadi, bagaimana kesan saya menonton film Dilan 1990?

    Ehm, saya bahas pahit-pahitnya dulu, ya.

    Film ini sangat Dilan-Milea sentris. Tokoh-tokoh lain yang dikupas dalam di novelnya, mohon maaf, cuma jadi bubuk micin doang dalam film.

    Misalnya, Wati dan Piyan yang sebenarnya pegang peranan mendampingi Dilan-Milea, terasa macam tempelan aja. Karakter Bunda Dilan dan Ibu Milea yang khas, juga terkesan ditampilkan terburu-buru dikejar durasi. Apalagi akting ciamik Teuku Wikana yang biasanya jayalah merdeka, malah mendelep pas jadi Pak Suripto, si guru BP galak.

    Dari kesan saya pribadi, kesan “Bandung” sebagai latar di film ini kurang terasa. Sebenarnya, faktor yang paling menentukan adalah logat para pemain yang kurang nyunda. 😕😕

    Yah, saya maklumi sih, film ini memang untuk konsumsi nasional. Atau, bisa juga, yang dijadikan referensi adalah film remaja era 80-an dan 90-an. Jadi, gaya bicaranya pun kurang natural. Kerasa banget, oh ini dialog film (ya iyalah Winnnn, emangnya ini ngerekam pembicaraan anak sekolah pake CCTV #selftoyor).

    Dandanan cewek-cewek pemeran film juga terlalu kekinian. Apalagi Wati yang rambutnya macem baru keluar dari salon Anata. Masih dengan curly keceh, yang kalo ketiup angin angkot pun buyar dengan sukses.

    Dari semua temen Dilan dan Milea, Nandan yang tampangnya sesuai kebaheulaan. Sisanya masih terasa aroma generasi milenial hepi yayaya.

    Yang juga mengganggu saya, padahal sepele, adalah warna angkot Kalapa-Buah Batu yang salah. Sebagai veteran anak angkot, saya langsung ngeh, kenapa itu yang dipakai angkotnya jurusan St. Hall – Sadang Serang? Harusnya warna biru elektrik, duh!

    Namun, lagi-lagi mari berbesar hati memaklumi. Mungkin waktu itu carter angkotnya susah. Kemudian warna hijau strip kuning itu lebih matching sama pepohonan pada latar. Apalah saya, cuma pemerhati angkot, bukan tim artistik yang kompeten soal estetika layar perak.

    Demikian isi kritik kejulidan saya dari film Dilan 1990.

    Nah, apa yang bikin saya rela nonton film Dilan 1990 ini sampai habis?

    Hal utama, nonton film ini seperti minum secangkir teh manis hangat di hujan rintik-rintik. Simple, sweet and warm. Begitu perasaan saya melihat chemistry Dilan dan Milea. Acungan jempol buat Iqbal dan Vanesha yang bisa menyuguhkan karakter Dilan dan Milea versi sendiri.

    Dilan versi Iqbal memang lebih lovable. Iqbal menonjolkan sisi manis dan perhatian dari seorang Dilan ketimbang sisi tengilnya. Vanesha pun sama. Milea yang di dalam buku terasa seperti ABG labil yang plin-plan dan sempat ada kesan “ini cewek kok egois dan enggak mau kehilangan fans”, terhapus semua dalam film Dilan. Milea versi film adalah Milea yang lembut, feminin, sama lovable-nya dengan Dilan.

    Terlepas dari segala kekurang 90-an tampang mereka, yang penting aliran rasa antara Dilan dan Milea terbaca jelas. Ekspresi malu-malu kucing, demen tapi dikulum doang, aku mau cium tapi entar dulu, semacam itulah tergambar gamblang di layar. Kecuali masa SMA kamu emang butek, pastikan bakal ada jerit KYA KYA KYA (minimal dalam hati deh) pas melihat adegan makan bakso Akung dan kherupuque therphoteque andalan itu.

    Saya juga terbawa nostalgila, melihat beberapa ornamen khas 90-an, terutama adegan telepon-teleponan. Kangen rasanya ngobrol di telepon dengan orang yang kita suka. Tanpa ribet mikirin, "Ih kok cuma di-read doang sih?" Usaha nukerin koin buat nangkring di telepon umum, dengan emak-emak di belakang yang ngantre sambil manyun.

    Namanya selera ya, wajar ada pro kontra juga dalam menonton film Dilan 1990. Namun, dari mayoritas orang sekitar saya, rata-rata memberikan ulasan positif tentang film Dilan 1990 ini.

    Ada yang jadi teringat mantan gebetan waktu SMA. Ada yang tahu-tahu menggombali istri dengan pick up line ala Dilan. Atau, seperti suami saya yang tahu-tahu kesambet beli sepatu Warrior demi mirip Dilan. (Maaf Pah, kamu Dulan, teh banDULAN) 

    Saya mencoba tutup mata dan tutup kuping dari semua tudingan miring tentang Dilan. Ada tuduhan syiah. Ada pula yang menyorot kelancangan Dilan memukuli guru dan mengaitkan dengan sebuah kasus pemukulan guru yang berujung maut, sebagai alasan kasus itu terjadi.

    Kembali lagi ya, film ini untuk hiburan semata. Mbok ya kalau mau apa-apa dikaitkan konspirasi, tontonlah film propaganda macem zaman Hitler dulu. Terus, dampingin anak-anak di bawah 17 tahun saat menontonnya. Sampai segitu gendengnya meniru, bukan salah filmnya. Mungkin emang pola pengasuhannya aja bermasalah.

    Gitu aja kok repot. *kibas jaket jins* 

    Akhir kata, saya keluar bioskop sambil tersenyum-senyum sendiri. Tidak perlu hal muluk-muluk untuk membuat cinta jadi berarti. Seperti halnya Dilan yang hanya ingin membuat Milea bahagia dengan cara sederhana.

    Jadi, kalau udah masuk tanggal tua, tolong kirimin saya buku TTS yang udah diisi, ya. Boleh juga kalau diselipin bukti transfer ke rekening BCA saya sekalian. *digeplak Suripto*


    Final verdict for Dilan 1990 :


    8 out 10 stars! 💓💓
    #TanteApproved





    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    Who's Winda?

    My photo
    winda reds
    silly geeky newbie writer | a big fan of the 90's | can't resist cute cats, British accents and guys with geeky glasses
    View my complete profile

    Back to the 90's Battle

    Back to the 90's Battle
    Karena era 90-an terlalu manis untuk dilupakan

    Medsos Mamah Merah

    • facebook
    • instagram
    • twitter
    • linkedin
    • wattpad
    • storial

    Labels

    90sbattle backto90s books comics fiction movies music non fiction TV webtoon winda says

    Blog Archive

    • April 2020 (1)
    • September 2018 (2)
    • August 2018 (2)
    • July 2018 (3)
    • June 2018 (3)
    • May 2018 (3)
    • April 2018 (5)
    • March 2018 (4)
    • February 2018 (5)

    Popular Posts

    • We are Pharmacists - Webtoon Nostalgia Anak Farmasi
    • Up in the Air - Ketika Tiga Generasi Berjalan Mencari Jati Diri

    Most Popular

    • We are Pharmacists - Webtoon Nostalgia Anak Farmasi
    • Up in the Air - Ketika Tiga Generasi Berjalan Mencari Jati Diri

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top