Powered by Blogger.

Pages

  • Home
  • Meet Winda Reds
  • Books
  • Comics
  • Movies
  • TV
  • Winda Says
  • Back to 90s

Mrs. Redsview




  • Halo, kawans!

    It’s so good to be back. Saya hari ini akan berubah lebih serius dari biasanya. Pasalnya, buku yang saya akan ulas ini memang bukan buku main-main. Kita dapat menemukan banyak informasi dan inspirasi dari curhatan seorang ibu yang merantau nun jauh di sebuah negara Eropa dari buku padat berisi ini.

    Judul buku : Groningen Mom’s JournalGenre : non fiksi, kisah inspiratif
    Penulis : Monika Oktora
    Editor : Aninta Mamoedi

    Penerbit : Elex Media Komputindo, Jakarta
    Cetakan : 1, Januari 2018
    Tebal : 264 halaman
    ISBN : 9786020451800
    Harga : Rp. 64.800,- (Gramedia)

    -----

    BLURB

    Setelah menikah, tak lantas impian pribadi pupus. Memiliki suami dan anak sesungguhnya menambahkan satu lagi energi dan dukungan dalam hidup. Dukungan tersebutlah yang menguatkan langkah Monika untuk melanjutkan studi Master ke Benua Eropa. Keluarga kecilnya pun ikut diboyong untuk mengarungi petualangan empat musim di benua tersebut.

    Monika membagi penngalaman hidup barunya di belahan dunia yang jauh dari Indonesia dalam catatan yang merangkum pengembangan dirinya. Catatan harian ini juga membedah dari mulai kehidupan komunitas Indonesia di Groningen, strategi bertahan hidup di Belanda, strategi menempuh pendidikan di Belanda, parenting, dan juga kuliner. Sebuah panduan lengkap bagi Anda yang ingin mengenal Groningen.

    -----

    APA ISI BUKU INI?

    Groningen Mom’s Journal terdiri atas 5 bagian yang terbentang secara linimasa dari bulan Oktober 2013 hingga November 2016. Setiap bab memiliki tema tertentu yang membahas berbagai segi tentang kehidupan penulis menjalani peran sebagai student mom dan bagaimana kehidupan di Groningen (serta Belanda) itu sendiri.

    Bagian I bertajuk Jalan Menuju Groningen, mengupas latar belakang dan persiapan Monika sekeluarga hijrah ke Groningen. Ada cerita tentang dilema pengambilan keputusan, lika-liku wawancara beasiswa, dan pengalaman aplikasi visa.

    Bagian II bertajuk Life Starts When The Wind Blows, mengisahkan awal mula kehidupan Monika sekeluarga di Groningen dan bagaimana cara mereka beradaptasi. Mulai dari cuaca, pengalaman suami Monika mencari kerja, perkenalan dengan rutinitas bersepeda, belajar bahasa Belanda, mencari makanan halal, bursa barang bekas, dan upaya berbaur dengan komunitas, semua dibahas lengkap.

    Bagian III bertajuk Warna-Warni Groningen, menjabarkan lebih rinci dan luas mengenai budaya di Groningen, serta budaya Belanda pada umumnya. Di sini saya jadi tahu tentang bagaimana dinamika empat musim berbeda di Belanda, kuliner Belanda (termasuk kebiasaan ngopi), apa yang menarik dari kota Groningen, kebiasaan masyarakat Belanda, sampai fenomena yang bikin saya merinding tentang bunuh diri di rel kereta.

    Bagian IV bertajuk Cerita Runa, secara pribadi dan khusus, menyorot kehidupan Runa, putri pertama Monika. Berbagai pengetahuan baru saya serap mengenai sistem pendidikan anak di Belanda. Salah satu yang membuat saya tertarik adalah keharusan penguasaan keterampilan berenang yang sampai harus menempuh ujian khusus.

    Bagian V bertajuk Being Student Mom, menjadi penutup yang manis dan sempurna. Bagian ini tidak hanya peru dibaca bagi mereka yang hendak studi ke Belanda. Namun, siapapun yang sedang mengalami kondisi sama dengan Monika, misalnya ibu dan wanita menikah yang galau membagi kehidupan merantau, belajar, sambil mengurus keluarga.

    Setiap cerita memiliki bagian yang menjadi highlight, misalnya trivia atau tips yang patut kamu baca lebih cermat untuk mendapatkan informasi terpentingnya. Ada pula beberapa kutipan inspiratif yang tersebar di beberapa akhir cerita. Tentu saja, semacam memberi kesimpulan yang bermakna atas apa yang sudah dibahas dalam cerita tersebut.

    -----

    KESAN SAYA TERHADAP BUKU INI

    Koleksi buku fiksi saya termasuk tidak banyak dan biasanya butuh waktu lama untuk saya menamatkan buku non fiksi. Biasanya, buku-buku non fiksi membuat saya bosan di dua bab pertama, atau saya memilih untuk membaca acak, tidak urut dari awal buku sampai akhir.

    Groningen Mom’s Journal mematahkan semua kebiasaan buruk saya saat membaca buku fiksi. Saya menamatkan buku ini dalam sekali baca. Lalu, saya mengulang lagi beberapa cerita yang benar-benar membekas di hati.

    Rangkaian cerita yang disampaikan Monika benar-benar memiliki alur yang mulus. Saya jadi penasaran untuk terus melanjutkan membaca, sampai ternyata tidak terasa saya sudah sampai di akhir buku.

    Monika yang saya ketahui sempat mengikuti kelas menulis sebelum menyusun buku ini, ternyata benar-benar mengemas kisah-kisah yang selama ini mengisi blog-nya menjadi satu kesatuan kisah inspiratif. Hal ini yang tidak selalu dimiliki oleh penulis non fiksi.

    Saya merasakan betul bagaimana naik-turunnya emosi Monika. Mulai dari ragu, senang, takut, cemas, terpukau, prihatin, sampai rindu; seluruhnya tergambar jelas dalam pilihan kata-kata sederhana yang jujur dan tulus.

    Poin terpenting, saya merasa sama sekali tidak digurui oleh Monika di buku ini. Gaya bahasa yang digunakan cukup mudah diterima oleh pembaca dengan diksi yang tidak rumit. Secara tata bahasa, penyuntingan pun sudah termasuk rapi tanpa typo yang jelas mengganggu ataupun kalimat tak efektif.

    Kalaupun ada yang perlu diperbaiki di buku ini adalah foto-foto pelengkap yang tidak seluruhnya terlihat jelas. Namun, foto berwarna berarti akan menambah bandrol harga di buku ini dan tentu tidak bijaksana untuk meraih pangsa pasar pembaca. Mungkin ke depannya, penulis dan editor bisa selektif lagi memilih foto, khususnya yang menampilkan wajah, supaya lebih jelas saat tercetak.

    Semoga semakin banyak buku seperti ini yang bisa memberi gambaran tentang kehidupan merantau di luar negeri. Tentu saja, dengan penyajian yang bersahaja, namun mengena.

    -----

    KUTIPAN-KUTIPAN

    “Cita-cita saya juga adalah cita-cita suami, begitu pun sebaliknya, irama kaki kami sejalan, meski satu-satu. Bukankah itu yang diinginkan dalam rumah tangga?” (hal. 19)

    “Tetaplah kayuh sepedamu, karena pada akhirnya, kamu akan sampai juga di tujuan (dengan selamat, insya Allah).” (hal. 64)

    “Bagaimana bisa bekerja dengan baik kalau untuk bisa hadir tepat waktu saya susah. Kalau tidak berubah untuk menjadi disiplin, bisa-bisa dijajah lagi oleh kompeni di negaranya sendiri. Saya sih jelas tidak mau.” (hal. 119)

    “Belajar berenang di negara yang daratannya lebih rendah daripada lautannya adalah harga mati.” (hal. 209).

    “Yang saya yakini, menjadi mahasiswa dulu dan kini tugasnya masih sama, yaitu belajar. Belajar yang saya maksud bukan hanya belajar teori di kelas, tetapi juga belajar “hidup”.” (hal. 225)

    -----


    Untuk Groningen Mom’s Journal, saya memberikan nilai




    8 out of 10 stars!




    I really recommend this book to be a part of your collection!







    Continue Reading



    Weekend
    ini karena si ninjaboy sulung sakit, saya memutuskan untuk movie marathon di TV kabel saja. Dengan fitur TV on demand, saya mengulang tayangnya beberapa film di channel Fox Movies Premium. Dua di antaranya adalah film kelas Oscar yang dibintangi oleh si pria super matang nan ganteng, George Clooney.

    Saya akan ulas salah satunya, film berjudul Up in the Air.

    -----

    Judul film : Up in the Air
    Genre : drama
    Tahun rilis : 2009
    Sutradara : Jason Reitman
    Skenario : Jason Reitman, Sheldon Turner
    Pemeran : George Clooney, Vera Farmiga, Anna Kendrick, Jason Bateman
    Durasi : 109 menit

    -----

    SINOPSIS

    Ryan Bingham (George Clooney) menjalani sebagian besar hari-harinya dalam perjalanan bisnis. Sebagai seorang spesialis di firma konsultan HRD, Ryan terkenal piawai memecat pegawai dari perusahaan kliennya tanpa membuat mereka tenggelam dalam depresi atau kelewat emosional. Apalagi di latar waktu ini, Amerika Serikat sedang goyah secara finansial akibat krisis ekonomi tahun 2008. Pemangkasan tenaga kerja besar-besaran melanda berbagai industri.

    Selain itu, Ryan juga menjadi seorang motivator yang terkenal dengan materinya yang anti terhadap attachment. Ya, Ryan meyakini bahwa hidup sendiri tak jadi soal karena hubungan terlalu dalam bisa merusak ambisi kita meraih impian dan tujuan yang diinginkan. Itulah mengapa, Ryan sendiri tidak terlampau akrab dengan kedua saudara perempuannya dan tak tahu kemana ia harus menyebut “rumah”.

    Soal hubungan lawan jenis pun, Ryan memilih untuk menjalani casual relationship. Ia bertemu dengan seorang wanita karier super sibuk asal Chicago bernama Alex (Vera Farmiga) dalam sebuah perjalanan. Karakter mereka yang nyaris serupa membuat keduanya cocok dan terjun ke dalam hubungan no strings attached ini.

    Ryan dan Alex di awal pertemuan mereka

    Sampai tibalah sebuah titik balik dalam hidup Ryan. Atasan Ryan, Craig Gregory (Jason Bateman) tertarik untuk mencoba sebuah strategi baru dalam perusahaan. Strategi ini adalah gagasan dari pegawai baru, Natalie Keener (Anna Kendrick), si cerdas nan idealis.

    Natalie mengusulkan pemecatan yang dilakukan online melalui video conference. Alasannya, metode baru ini akan lebih efisien. Perusahaan tidak perlu mengeluarkan ongkos perjalanan dinas yang besar. Karyawan pun bisa lebh banyak menghabiskan waktu dengan keluarga, bukan di atas udara.

    Ryan sangat menentang ide metode baru ini. Ia menganggap Natalie, si anak bawang, masih hijau dalam industri ini. Ryan mencoba menyadarkan Natalie dan Craig bahwa sentuhan personal sangat penting saat memecat pegawai. Akan terjadi banyak kemungkinan ledakan emosional yang tidak dapat ditangani tanpa komunikasi tatap muka konvensional.

    Singkat cerita, Natalie pun akhirnya ikut serta dalam perjalanan dinas Ryan. Ia harus mempelajari langsung bagaimana proses pemecatan dari jarak dekat. Supaya nantinya, Natalie bisa membuat sebuah protokol yang mampu mengatasi situasi yang dicemaskan Ryan.

    Sebuah misi pun terselip. Ryan diminta oleh adik perempuannya, Julie untuk membuat foto kenangan. Julie mengirimkan sebuah patung gabus bergambar dirinya dan sang tunangan, Jim, untuk dipotret di tempat-tempat seantero Amerika. Jim pun dengan ogah-ogahan menuruti permintaan adiknya. Hingga menjelang pernikahan Julie, Ryan pun mengetahui alasan penuh haru di baliknya.

    Ryan menjalankan keinginan adiknya, Julie

    Dalam perjalanan ini, rupanya Ryan dan Natalie sama-sama mendapatkan pencerahan baru dalam hidup. Meskipun mereka banyak berdebat bahkan bersitegang karena perbedaan prinsip, baik Natalie maupun Ryan menyadari bahwa prinsip hidup yang selama ini mereka agungkan, sudah saatnya berganti. Tak disangka, sebuah kejadian mengubah pula semua yang Natalie dan Ryan ketahui tentang bisnis yang mereka tekuni.

    -----

    ULASAN

    Saya jadi sangat mengerti mengapa film ini mendapatkan sederet nominasi Oscar. Buku yang menjadi inspirasi awal film ini, novel Up in the Air karya Walter Kirn terbit di tahun 2001, tidak mendapatkan ulasan sebaik filmnya. Memang, banyak plot cerita yang diubah dan disesuaikan dengan latar pada tahun rilis. Kepiawaian Jason Reitman (yang juga meracik film favorit saya, Juno) dan Sheldon Turner (penulis skenario The Longest Yard dan X-Men : First Class) layak menghadirkan sederet penghargaan untuk adapted screenplay.

    Ketiga pemeran utama film ini, George Clooney, Vera Farmiga, dan Anna Kendrick berakting natural serta mampu menyelami karakter mereka masing-masing. Saya sampai bisa melihat mereka melepaskan karakter lain yang pernah mereka perankan di film lain. Totalitas akting seperti inilah yang menanamkan jiwa dalam film Up in the Air yang skenarionya sendiri sudah solid.

    Menyaksikan Up in the Air, saya menemukan banyak filosofi hidup. Ketiga tokoh utama cerita masing-masing mewakili kegelisahan yang dialami pada tiga tahapan usia.

    Ryan Bingham

    Natalie Keener

    Alex Goran

    Natalie adalah representasi kita di usia 20-an. Enerjik, punya mimpi setinggi langit, mengejar apa yang kita percayai sebagai the one (baik soal hubungan maupun karier). Namun, ketika kita dihadapkan pada kerasnya realita, langsung saja kita down. Kita menjadi skeptis dan mempertanyakan : Mengapa kita masih ngotot berlari, kalau akhirnya akan jatuh juga di jalan.

    Alex sebagai tokoh di usia 30-an menunjukkan sebuah kematangan yang tengah bertumbuh. Kita santai saja menerjang risiko karena merasa yakin, kita sudah punya cukup modal untuk menjalaninya dengan sukses. Kestabilan yang mulai diraih ternyata membuat kita pun jenuh dan mulai mencari celah untuk mendapatkan tantangan.

    Di usia matang, melewati kepala empat, Ryan menunjukkan bagian dari generasinya yang sudah banyak makan asam garam. Kita merasakan berada di puncak tangga. Segala hal berjalan mengalir begitu saja tanpa ganjalan berarti. Perubahan menjadi sebuah hal yang kita rasa tak perlu karena buat apa mengguncang status quo yang sudah super nyaman dengan ketidakpastian penuh coba-coba?

    Konflik asmara antara Ryan dan Alex pun menyeruak. Seiring waktu kebersamaan mereka, Ryan menyadari bahwa Alex mengisi tempat istimewa di hatinya. Bukan hanya cinta selewat yang melampiaskan nafsu sesaatnya saja. Namun, apakah kompatibilitas mereka yang begitu besar cukup kuat untuk membawa hubungan ini ke jenjang yang lebih serius?

    Saya mengamati dinamika pekerjaan Ryan yang begitu menguras emosi. Bayangkan, kita memberikan kabar buruk kepada seseorang dan harus tetap tenang. Sulit sekali membungkus kata-kata menyakitkan dan menanggapi patah hatinya seorang karyawan yang baru saja mendapati masa depannya mati.

    Natalie mendampingi Ryan dalam memecat karyawan

    Ada adegan pemecatan yang paling saya suka, ketika Ryan dan Natalie menghadapi seorang karyawan senior bernama Bob (diperankan apik oleh aktor watak J.K. Simmons). Natalie dengan pendekatan protokoler, bahasa resmi ala birokrat, tak dapat membalas kata-kata kepedihan yang dilontarkan Bob.

    Ryan mampu mengambil sebuah informasi dari riwayat Bob dan mengubah kehilangan harapan menjadi sebuah peluang di masa depan. Semua disampaikan Ryan dengan nada bicara, gestur, bahkan tatapan yang penuh empati. Salut banget! Hanya seorang pro yang bisa begini.

    Ending film ini punya sebuah twist yang tak terduga oleh saya, walaupun cukup halus puntirannya. Namun, akhir film seperti itulah yang cocok untuk menajamkan filosofi penuh pesan yang memang diusung Up in the Air sejak awal. 

    Up in the Air bukan drama klise berbunga-bunga. Kamu akan menemukan banyak tamparan realita dalam film ini. Hidup memang begitu kejamnya, namun selalu ada jalan terbuka dari setiap sandungan yang kita hadapi.

    Dengan yakin, saya memberikan rating untuk film ini :



    9 out 10 stars!

    -----

    Photos : IMDB





    Continue Reading



    Masa-masa kuliah saya di Farmasi waktu S1 dan Apoteker bisa dibilang mirip dua mata pisau. Bagian akademiknya sukses mengiris-iris pilu kehidupan saya. Sampai jujur deh, saya positif mengambil kesimpulan kalau saya salah jurusan hahaha! Tetapi, pertemanan waktu kuliah membuat saya menikmati masa-masa menjadi mahasiswa. Sahabat-sahabat yang kompak, himpunan mahasiswa yang menempa pengalaman keorganisasian, dan pengalaman menjadi panitia event yang membawa jiwa panitia tukang ngatur ke dalam pribadi saya.

    Haus akan nostalgia menjadi alasan utama saya langsung tertarik dan otomatis jatuh cinta sama webtoon yang satu ini.

    ---

    Judul webtoon : We are Pharmacists (sering disingkat WAP)
    Tayang di : LINE Webtoon
    Genre : drama, slice-of-life
    Karya : Qoni (Badriyyah Qonitah)
    Pertama terbit di channel resmi : 31 Oktober 2016

    ---

    Menjadi mahasiswa D3 Farmasi sebuah sekolah tinggi ilmu kesehatan, ternyata enggak melulu isinya belajar dan jadi kutu buku. Banyak cerita, suka duka, serius sekaligus konyol, seperti yang dihadapi oleh Radith, Putra, Eva, dan Levy. Empat sekawan yang bertemu di kampus baru ini bisa jadi dekat, walaupun berbeda karakter.

    Radith, si happy-go-lucky boy, selalu positive thinking dan bercahaya seperti namanya (arti nama Radithya adalah matahari). Cowok yang punya gaya khas dengan rambut berantakan dan kupluk ini tipe orang yang street smart. Ia adalah pekerja keras, tetapi tidak riya memperlihatkan kepandaian dan kerajinannya. Radith yang very lovable ini menjadi ketua kelas dan tanpa disadari, menarik perhatian lawan jenis juga, lho! Kata-kata Radith sering membangkitkan inspirasi, walaupun tingkahnya suka nyeleneh saking lugu dan enggak ada prasangka.

    Putra, si pangeran yang (nampak) sempurna. Pribadi introvert dan perfeksionisnya membuat Putra jadi idola yang untouchable. Lucu banget, cewek-cewek yang terpesona olehnya akan berubah sosok menjadi warna pink. Sebaliknya, cowok-cowok yang iri padanya akan berubah menjadi sosok warna biru. Mereka yang tampak jelas alias full color berarti tidak punya perasaan berlebihan (baik suka maupun benci) terhadap Putra. Ehm, ternyata cowok yang di Season 2 menjadi ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) ini punya kelemahan tak terduga. Putra enggak bisa menggambardengan bagus sampai bikin dia malu dan frustrasi hehehe.

    Levy, si ukhti blasteran yang hobinya galau. Cewek yang cas-cis-cus Bahasa Inggris ini sering merasa inferior. Levy termasuk kesulitan untuk mengikuti perkuliahan. Sampai pada suatu titik, Levy menemui Ketua Jurusan dan mengajukan pengunduran dirinya. Cewek otaku ini juga punya sweet moments dibalut love-hate relationship dengan Kak Frisqi, Si ‘Kating” (kakak tingkat) Ketua HMJ season 1.

    Eva, si cewek setrong dan jadi figur kakak perempuan. Sahabat Levy yang satu ini bisa dibilang cewek paling sepadan sama Putra. Enggak silau sama kegantengan Putra yang wow, alasannya? Ternyata Eva dikelilingi cogan (cowok ganteng) di rumahnya hahaha. Eva adalah teman yang bisa diandalkan dan bijaksana. Sejauh ini, belum terlihat ada momen-momen mesra Eva dengan siapapun. Siapa tahu bakal ada kejutan di Season 2 ini.

    Versi 'chibi' dari tokoh-tokoh WAP :)
    ki-ka : eva, levy, putra, radith, kak frisqi
    pic : line webtoon

    Selain empat karakter utama tadi, banyak tokoh pendukung lain yang bikin WAP makin berbumbu, baik mahasiswa-mahasiswa maupun dosen-dosen. Kegiatan yang ditampilkan pun beraneka ragam. Mulai dari kegiatan belajar di kelas, praktikum, kegiatan organisasi, sampai pekan olahraga. Ada pula latar di luar kampus, misalnya di rumah Radith, Putra, Levy, dan Eva.

    Di kampus Petiks Palembang ini, kita akan belajar arti persahabatan, kerja keras, pantang menyerah mengejar mimpi, dan berdamai dengan realita.

    -----

    WAP sukses membawa saya ke masa perkuliahan di Farmasi dulu. Apalagi praktikum Meracik yang menguras segalanya : jiwa, raga, waktu, dan isi dompet! Saya dulu campuran antara Radith dan Levy. Kecerobohan Radith dan rasa “salah jurusan” yang dialami Levy, itulah saya waktu jadi mahasiswi Farmasi. Namun, saya juga merasakan persahabatan kompak seperti yang ditunjukkan oleh tokoh-tokoh utama WAP.

    Ada bab yang membuat saya tertampar. Salah satunya waktu Radith ketahuan berbuat tak jujur waktu ujian praktikum Meracik. Dibutakan oleh nilai dan melupakan integritas sebagai peracik obat demi menyelamatkan nyawa serta kesehatan manusia. 




    Saya dulu tergoda juga berbuat seperti ini. Setelah terjun ke dunia kerja, saya sadar betapa integritas ini menjadi sebuah hal berharga, bahkan harga mati untuk situasi tertentu.

    Seiring episode berlalu, terlihat perkembangan karakter dari masing-masing tokoh. Banyak hikmah yang bisa diambil dari pengalaman, sesederhana apapun itu. Meskipun subscribers komik yang ditulis oleh seorang lulusan D3 Farmasi asal Palembang ini belum menembus angka jutaan, WAP sudah memiliki die hard fans sejak masih berada di bagian Webtoon Challenge.

    Kalau ditanya, siapa karakter favorit saya? Tentunya Radith dan Eva! Radith memang magnet dari serial ini dan makin lama makin ganteng, kyaaaa! Eva sendiri enggak dapat banyak porsi penceritaan, tapi sepertinya nanti akan ada chapter-chapter yang lebih banyak mengungkap keseharian Eva, seperti Levy di akhir Season 1. Karakter Eva yang nampak lebih dewasa, jadi membawa pertanyaan buat saya, apakah Eva akan punya vulnarable moment yang membuatnya lebih manusiawi?

    Hal lain yang bikin saya excited menunggu WAP adalah porsi cerita yang enggak asal memasukkan unsur romance. Sebenarnya inilah yang saya rasakan waktu kuliah dulu. Belajar dan bermain lebih dominan saat berinteraksi dengan teman-teman. Kesibukan kuliah membuat saya (dan mungkin banyak teman lainnya) memilih untuk enggak menjadikan pacaran sebagai rutinitas. Semoga WAP bisa mempertahankan sisi drama dan slice-of-life dalam kontennya, ketimbang lope lope di udara.

    Buat kamu yang ingin tahu bagaimana suka duka kuliah di Farmasi, webtoon ini cukup memberi gambaran. Yah, walaupun neraka bertingkat di Ujian Apoteker belum diungkap di sini hahahaha!

    Nantikan update We are Pharmacists setiap Selasa (Senin malam jam 22.00 biasanya sudah tayang) hanya di LINE Webtoon!

    The final verdict for WAP :




    8 out of 10 stars!



    Continue Reading


    Halo kawans!

    Maaf ya saya hilang lama dari peredaran. Ada kelas menulis fiksi yang harus saya jalani dan kesibukan di sebuah komunitas online baru. Belum lagi badan remuk gara-gara nyeri bulanan yang menghebat, huft! Jadi, walaupun udah planning mau nulis apa, begitu di depan laptop, buyar aja gitu tenaga dan niat menulis.

    But, now I’m back!

    😎😎😎

    Saya akan mengulas sebuah buku anak. Tapi ini bukan sembarang buku, lo! Buku ini adalah buku Islami pertama yang sukses bikin saya mewek! Bahkan buku-buku agama yang bahasanya penuh untaian bunga surga, biasanya sukses bikin saya menguap.



    Nah, penasaran? Apa istimewanya buku ini? Kita simak dulu data bukunya.



    -----

    Judul buku : Allah Selalu Ada Untukku
    Jenis buku : cerita bergambar (cergam)
    Genre : Anak, Religi, Non fiksi
    Penulis dan Ilustrator : Amalia Kartika Sari
    Tebal : 48 halaman (full color)
    Penerbit : The Gang of Fur Books, Bandung
    Cetakan : 1, 2017
    Target usia pembaca : 3-5 tahun
    Harga : Rp. 90.000 (lewat PO) / Rp. 98.500 (ready stock)

    -----


    BLURP



    Lihatlah di sekelilingmu, betapa banyak nikmat yang tak bisa dihitung dengan jari-jari kecilmu.
    Dari mana ya datangnya?

    Orang tua dan keluarga yang sayang padamu, bumi yang luas, laut yang dalam, dan langit yang berhias gemerlap bintang. Siapa ya yang  menciptakan dan mengatur semuanya?

    Siapa Yang Mengabulkan doamu?
    Siapa Yang Mengetahui setiap perasaanmu?
    Siapa Yang selalu ada untukmu, menjaga, memelihara, melihatmu setiap waktu di mana pun kamu berada?

    Hanya Allah, Rabb yang satu, tak ada yang lain yang mampu melakukan semua itu.

    -----

    ULASAN

    Saya termasuk orang yang mengenal buku-buku TheGang of Fur (TGOF) Books sejak awal pertama mereka mengeluarkan buku Allah Ciptakan Tubuhku (ACT). Waktu itu, saya iseng melihat penawaran dari sang penulis dan ilustrator berbakar, Amalia Kartika Sari (atau akrab disebut Mamamel) di grup emak-emak alumni kampus.

    Ternyata, di luar dugaan, buku ACT ini booming! Sebanyak 10.500 eksemplar ACT ludes di edisi perdananya, luar biasa! Setelah itu, TGOF mengeluarkan tiga board book yang temanya pembelajaran dasar : abjad, angka, dan mengenal Islam. Ada pula buku jurnal syukur untuk anak dan ibu. Namun, saya melihat kesuksesan seri board book anak ini belum menandingi ACT.

    Hingga di penghujung 2017, dibukalah pre order (PO) buku sekuel ACT : Allah Selalu Ada Untukku (ASAU). Buku ini seperti ACT, termasuk dalam seri Allah Sayang Padaku. Dibuat dengan halaman matte full color dan sampul hard cover, buku ini menyasar anak usia prasekolah (3-5 tahun), walaupun bisa juga dibaca anak usia sedikit di atasnya (6-7 tahun).

    Apa yang membuat buku 48 halaman ini begitu menarik?

    Pertama, tentu ilustrasinya. Mamamel adalah ilustrator berbakat dengan gaya menggambar yang sangat khas. Gambarnya cute dan campuran warna yang digunakan memikat mata. Saya melihat ciri khas ilustrasinya yang sangat feminin. Emak-emak pasti suka, deh! Misalnya, ornamen-ornamen hati, bunga, sulur-sulur, cantik khas shabby chic masa kini.

    Cara Mamamel menggambarkan berbagai isi alam semesta juga menarik bagi anak-anak. Favorit Aryo dan Nara, dua jagoan cilik saya, adalah pemandangan dalam laut. Mereka akan menyebutkan makhluk penghuni laut dengan antusias dan lama-lama berebutan, berdebat seru (seperti biasa!).



    Kedua, cakupan topik yang dibahas dalam buku ASAU ini begitu beragam. Inti dari buku ASAU ini adalah mengupas apa saja sih hal-hal dalam hidup yang patut kita syukuri? Terus, kita disadarkan bahwa dalam kondisi apapun, Allah SWT selalu hadir memberikan rahmat-Nya untuk kita.

    Kata-kata yang digunakan dalam penceritaan tergolong sederhana. Tetapi, bagi saya, kesederhanaan ini jadi terasa tulus banget. Benar-benar mirip suara lembut seorang ayah atau ibu yang menasihati anaknya dengan kisah sebelum tidur. Nancep!

    Bagian yang paling membuat saya nyesss di hati (dan di mata!) adalah tentang keluarga. 



    Saya tertampar banget. Malu rasanya, saya masih suka mengeluh dengan tanggung jawab sebagai seorang mama. Padahal, menjadi orang tua dari Aryo dan Nara adalah sebuah anugerah. Saya yang spesial dipilih untuk mengandung, melahirkan, dan membesarkan mereka.

    Menyesal seubun-ubun berasa ibu paling durhaka sedunia.

    😭😭😭

    Bagian favorit saya lainnya adalah emosi. Banyak emosi yang diperkenalkan dengan gambar ekspresi yang lucu, bukan hanya emosi standar seperti bahagia, sedih, dan marah saja.



    Perlu alasan lagi buat beli dan baca buku ASAU? Keburu ludes di pasaran, Jon! Pesanan batch pertama saja sudah terbeli sejumlah 15.000 eksemplar. Sekarang ada PO waiting list batch 2 pun hanya dibatasi 3.000 eksemplar saja. Buruan, jangan kelamaan galau!

    Buku ASAU ini memang hanya tersedia online dengan harga yang cukup mahal, Rp. 90.000 jika ikut PO dan Rp. 98.500 untuk ready stock. Namun, saya sangat maklum dengan penghargaan terhadap ide dan kerja keras Mamamel menghasilkan buku sekeren ini.

    Plus, mencetak buku full color seperti ini tentu tingkat kesulitannya sangat tinggi. Saya lihat di Indonesia, belum ada buku yang sejajar soal ilustrasi berkualitas premium ini dengan harga masih di bawah Rp. 100.000,-

    Sejauh ini, buku-buku The Gang of Fur masih jadi peringkat pertama untuk buku anak lokal di hati saya.

    💖💖💖

    So, I proudly announce my final verdict :



    10 out of 10 stars!




    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    Who's Winda?

    My photo
    winda reds
    silly geeky newbie writer | a big fan of the 90's | can't resist cute cats, British accents and guys with geeky glasses
    View my complete profile

    Back to the 90's Battle

    Back to the 90's Battle
    Karena era 90-an terlalu manis untuk dilupakan

    Medsos Mamah Merah

    • facebook
    • instagram
    • twitter
    • linkedin
    • wattpad
    • storial

    Labels

    90sbattle backto90s books comics fiction movies music non fiction TV webtoon winda says

    Blog Archive

    • April 2020 (1)
    • September 2018 (2)
    • August 2018 (2)
    • July 2018 (3)
    • June 2018 (3)
    • May 2018 (3)
    • April 2018 (5)
    • March 2018 (4)
    • February 2018 (5)

    Popular Posts

    • We are Pharmacists - Webtoon Nostalgia Anak Farmasi
    • Up in the Air - Ketika Tiga Generasi Berjalan Mencari Jati Diri

    Most Popular

    • We are Pharmacists - Webtoon Nostalgia Anak Farmasi
    • Up in the Air - Ketika Tiga Generasi Berjalan Mencari Jati Diri

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top