Up in the Air - Ketika Tiga Generasi Berjalan Mencari Jati Diri
5.3.18
Weekend ini karena si ninjaboy sulung sakit, saya memutuskan untuk movie marathon di TV kabel saja. Dengan fitur TV on demand, saya mengulang tayangnya beberapa film di channel Fox Movies Premium. Dua di antaranya adalah film kelas Oscar yang dibintangi oleh si pria super matang nan ganteng, George Clooney.
Saya akan ulas salah satunya, film berjudul Up in the Air.
-----
Judul film : Up in the Air
Genre : drama
Tahun rilis : 2009
Sutradara : Jason Reitman
Skenario : Jason Reitman, Sheldon Turner
Pemeran : George Clooney, Vera Farmiga, Anna
Kendrick, Jason Bateman
Durasi : 109 menit
-----
SINOPSIS
Ryan Bingham (George Clooney) menjalani sebagian
besar hari-harinya dalam perjalanan bisnis. Sebagai seorang spesialis di firma
konsultan HRD, Ryan terkenal piawai memecat pegawai dari perusahaan kliennya
tanpa membuat mereka tenggelam dalam depresi atau kelewat emosional. Apalagi di
latar waktu ini, Amerika Serikat sedang goyah secara finansial akibat krisis
ekonomi tahun 2008. Pemangkasan tenaga kerja besar-besaran melanda berbagai
industri.
Selain itu, Ryan juga menjadi seorang motivator
yang terkenal dengan materinya yang anti terhadap attachment. Ya, Ryan meyakini bahwa hidup sendiri tak jadi soal
karena hubungan terlalu dalam bisa merusak ambisi kita meraih impian dan tujuan
yang diinginkan. Itulah mengapa, Ryan sendiri tidak terlampau akrab dengan
kedua saudara perempuannya dan tak tahu kemana ia harus menyebut “rumah”.
Soal hubungan lawan jenis pun, Ryan memilih untuk
menjalani casual relationship. Ia
bertemu dengan seorang wanita karier super sibuk asal Chicago bernama Alex
(Vera Farmiga) dalam sebuah perjalanan. Karakter mereka yang nyaris serupa
membuat keduanya cocok dan terjun ke dalam hubungan no strings attached ini.
![]() |
Ryan dan Alex di awal pertemuan mereka |
Sampai tibalah sebuah titik balik dalam hidup Ryan.
Atasan Ryan, Craig Gregory (Jason Bateman) tertarik untuk mencoba sebuah
strategi baru dalam perusahaan. Strategi ini adalah gagasan dari pegawai baru,
Natalie Keener (Anna Kendrick), si cerdas nan idealis.
Natalie mengusulkan pemecatan yang dilakukan online melalui video conference. Alasannya, metode baru ini akan lebih efisien.
Perusahaan tidak perlu mengeluarkan ongkos perjalanan dinas yang besar.
Karyawan pun bisa lebh banyak menghabiskan waktu dengan keluarga, bukan di atas
udara.
Ryan sangat menentang ide metode baru ini. Ia
menganggap Natalie, si anak bawang, masih hijau dalam industri ini. Ryan
mencoba menyadarkan Natalie dan Craig bahwa sentuhan personal sangat penting
saat memecat pegawai. Akan terjadi banyak kemungkinan ledakan emosional yang
tidak dapat ditangani tanpa komunikasi tatap muka konvensional.
Singkat cerita, Natalie pun akhirnya ikut serta
dalam perjalanan dinas Ryan. Ia harus mempelajari langsung bagaimana proses
pemecatan dari jarak dekat. Supaya nantinya, Natalie bisa membuat sebuah
protokol yang mampu mengatasi situasi yang dicemaskan Ryan.
Sebuah misi pun terselip. Ryan diminta oleh adik
perempuannya, Julie untuk membuat foto kenangan. Julie mengirimkan sebuah
patung gabus bergambar dirinya dan sang tunangan, Jim, untuk dipotret di
tempat-tempat seantero Amerika. Jim pun dengan ogah-ogahan menuruti permintaan
adiknya. Hingga menjelang pernikahan Julie, Ryan pun mengetahui alasan penuh
haru di baliknya.
![]() |
Ryan menjalankan keinginan adiknya, Julie |
Dalam perjalanan ini, rupanya Ryan dan Natalie
sama-sama mendapatkan pencerahan baru dalam hidup. Meskipun mereka banyak
berdebat bahkan bersitegang karena perbedaan prinsip, baik Natalie maupun Ryan
menyadari bahwa prinsip hidup yang selama ini mereka agungkan, sudah saatnya berganti.
Tak disangka, sebuah kejadian mengubah pula semua yang Natalie dan Ryan ketahui
tentang bisnis yang mereka tekuni.
-----
ULASAN
Saya jadi sangat mengerti mengapa film ini
mendapatkan sederet nominasi Oscar. Buku yang menjadi inspirasi awal film ini,
novel Up in the Air karya Walter Kirn
terbit di tahun 2001, tidak mendapatkan ulasan sebaik filmnya. Memang, banyak
plot cerita yang diubah dan disesuaikan dengan latar pada tahun rilis. Kepiawaian
Jason Reitman (yang juga meracik film favorit saya, Juno) dan Sheldon Turner (penulis
skenario The Longest Yard dan X-Men : First Class) layak menghadirkan sederet
penghargaan untuk adapted screenplay.
Ketiga pemeran utama film ini, George Clooney, Vera
Farmiga, dan Anna Kendrick berakting natural serta mampu menyelami karakter
mereka masing-masing. Saya sampai bisa melihat mereka melepaskan karakter lain
yang pernah mereka perankan di film lain. Totalitas akting seperti inilah yang
menanamkan jiwa dalam film Up in the Air
yang skenarionya sendiri sudah solid.
Menyaksikan Up
in the Air, saya menemukan banyak filosofi hidup. Ketiga tokoh utama cerita
masing-masing mewakili kegelisahan yang dialami pada tiga tahapan usia.
![]() |
Ryan Bingham |
![]() |
Natalie Keener |
![]() |
Alex Goran |
Natalie adalah representasi kita di usia 20-an. Enerjik,
punya mimpi setinggi langit, mengejar apa yang kita percayai sebagai the one (baik soal hubungan maupun
karier). Namun, ketika kita dihadapkan pada kerasnya realita, langsung saja
kita down. Kita menjadi skeptis dan
mempertanyakan : Mengapa kita masih ngotot berlari, kalau akhirnya akan jatuh
juga di jalan.
Alex sebagai tokoh di usia 30-an menunjukkan sebuah
kematangan yang tengah bertumbuh. Kita santai saja menerjang risiko karena
merasa yakin, kita sudah punya cukup modal untuk menjalaninya dengan sukses.
Kestabilan yang mulai diraih ternyata membuat kita pun jenuh dan mulai mencari
celah untuk mendapatkan tantangan.
Di usia matang, melewati kepala empat, Ryan
menunjukkan bagian dari generasinya yang sudah banyak makan asam garam. Kita
merasakan berada di puncak tangga. Segala hal berjalan mengalir begitu saja
tanpa ganjalan berarti. Perubahan menjadi sebuah hal yang kita rasa tak perlu
karena buat apa mengguncang status quo
yang sudah super nyaman dengan ketidakpastian penuh coba-coba?
Konflik asmara antara Ryan dan Alex pun menyeruak.
Seiring waktu kebersamaan mereka, Ryan menyadari bahwa Alex mengisi tempat
istimewa di hatinya. Bukan hanya cinta selewat yang melampiaskan nafsu
sesaatnya saja. Namun, apakah kompatibilitas mereka yang begitu besar cukup
kuat untuk membawa hubungan ini ke jenjang yang lebih serius?
Saya mengamati dinamika pekerjaan Ryan yang begitu
menguras emosi. Bayangkan, kita memberikan kabar buruk kepada seseorang dan
harus tetap tenang. Sulit sekali membungkus kata-kata menyakitkan dan
menanggapi patah hatinya seorang karyawan yang baru saja mendapati masa
depannya mati.
![]() |
Natalie mendampingi Ryan dalam memecat karyawan |
Ada adegan pemecatan yang paling saya suka, ketika
Ryan dan Natalie menghadapi seorang karyawan senior bernama Bob (diperankan
apik oleh aktor watak J.K. Simmons). Natalie dengan pendekatan protokoler,
bahasa resmi ala birokrat, tak dapat membalas kata-kata kepedihan yang
dilontarkan Bob.
Ryan mampu mengambil sebuah informasi dari riwayat
Bob dan mengubah kehilangan harapan menjadi sebuah peluang di masa depan. Semua
disampaikan Ryan dengan nada bicara, gestur, bahkan tatapan yang penuh empati.
Salut banget! Hanya seorang pro yang
bisa begini.
Ending film ini punya sebuah twist yang tak terduga oleh saya, walaupun cukup halus puntirannya. Namun, akhir film seperti itulah yang cocok untuk menajamkan filosofi penuh pesan yang memang diusung Up in the Air sejak awal.
Up in the Air
bukan drama klise berbunga-bunga. Kamu akan menemukan banyak tamparan realita
dalam film ini. Hidup memang begitu kejamnya, namun selalu ada jalan terbuka
dari setiap sandungan yang kita hadapi.
Dengan yakin, saya memberikan rating untuk film ini
:
9 out 10 stars!
-----
-----
0 comments
Komen dulu yuk, Kawans!