Powered by Blogger.

Pages

  • Home
  • Meet Winda Reds
  • Books
  • Comics
  • Movies
  • TV
  • Winda Says
  • Back to 90s

Mrs. Redsview




  • Halo, Kawans! Maaf ya, posting Back to the 90’s Battle minggu ini super telat. Ada beberapa kesibukan dan agenda liburan mendadak yang bikin saya tertunda terus mengetik ini.

    Kali ini, saya dan Asti akan membahas mengenai musik di era 90-an. Untuk membuatnya spesifik, kami akan mengupas sesuatu yang sangat memorable di telinga anak muda masa kita SD sampai SMA dulu : British invasion in the rock music scene!

    Sebenarnya, Inggris sudah terkenal sebagai negara kolonialis yang menguasai banyak sekali negara di masa peperangan dahulu. Nah, di industri musik, “serangan” juga tanpa ampun dilancarkan, terutama terhadap negara adidaya, Amerika Serikat.

    British invasion di bidang musik dikenal pertama kali di era 60-an. Waktu itu, beberapa band rock n roll asal negeri Ratu Elizabeth ini mengguncang dunia, bahkan mencatatkan diri menjadi legenda musik hingga kini. Siapa yang tak kenal The Rolling Stones dan The Beatles? Dua band dewa ini hingga sekarang masih menjadi inspirasi bermusik dari generasi ke generasi.

    Rupanya, di era 80-an, invasi ini kembali terjadi, dan dinamakan dengan second British invasion. Saat tren glam rock dan musik dance sedang digilai, masuklah band-band yang kemudian kembali menjadi nama-nama super beken. Sebutlah U2, The Police, Duran Duran, Depeche Mode, Joy Division, dan sederet nama lainnya.

    Pergerakan ini terus berlangsung hingga di akhir 80-an, menyeruaklah fenomena Madchester. Beberapa band indie asal kota Manchester, Inggris, memperkenalkan a new kind of sound, mendobrak tren musik di Inggris yang saat itu dikuasai musik glam rock. Nama-nama The Stone Roses, James, The Charlatans, dan Happy Mondays, menjadi raja-raja pertama, eyang dari Britpop sebelum Gallagher bersaudara meledakkan nama Britpop ke seantero dunia.

    Nah, ternyata serbuan ini tak menyurut di era 90-an. Malah, tidak hanya musik rock saja yang jadi sasaran, namun area musik pop, rock bahkan musik dansa secara signifikan mulai mengalami perubahan peta pula. Saluran musik terkemuka, MTV, menjadi ujung tombak tersebarnya pengaruh Inggris dalam dunia musik waktu itu.

    Apa saja serangan-serangan maut dari balik bendera Union Jack ini?

    Pertama, ada genre britpop. Genre musik yang satu ini sebenarnya adalah sempalan dari musik alternatif dan indie rock. Encyclopedia Brittanica mendefinisikan brit pop sebagai pergerakan musik rock dari Inggris di era 90-an dengan ciri khas petikan gitar melodius ala musik The Beatles. Dalam definisi itu pula, disebutkan tiga band yang termasuk jadi nama-nama teratas dalam brit pop, yaitu Oasis, Blur, dan Pulp. Meskipun, akhirnya dunia pesohor lebih sering diributkan oleh rivalitas dua band yang disebut pertama.

    Blur
    pic : nme.com

    Oasis
    pic : nme.com

    Pulp
    pic : nme.com


    Perseteruan Oasis dan Blur mulai terlihat kentara ketika kedua band ini mengeluarkan single di waktu bersamaan, sehingga saling bersaing di tangga lagu. Sebut saja lagu Roll with It (Oasis) yang berduel dengan Country House (Blur). Keduanya disebut-sebut sebagai perwakilan dari sisi utara dan sisi selatan Inggris, dengan sound berbeda. Tabloid-tabloid di Inggris pada era 90-an jadi dipenuhi oleh ajang adu populer keduanya.

    Di Inggris sendiri, Blur mengalahkan Oasis dalam hal angka penjualan album kala itu. Namun, Oasis yang lebih cerdik, berhasil melakukan ekspansi ke Negeri Paman Sam, America Serikat dan meraup lebih banyak popularitas. Teringat pada album fenomenal (What’s The Story) Morning Glory? di tahun 1995, yang lagu-lagunya tak absen tayang di saluran MTV. Setidaknya ada enam lagu yang melejit dari album tersebut : Roll with It, Wonderwall, Don’t Look Back in Anger, Some Might Say, Morning Glory, dan Champagne Supernova.

    Saya sendiri, tidak terlalu ambil pusing oleh perseteruan dua klan Britpop tersebut. Lagu-lagu mereka sama saja enaknya, terlepas dari gontok-gontokan dan sederet perilaku ala bad boy yang kerap ditunjukkan oleh para frontman, Liam dan Noel Gallagher versus Damon Albarn dan Graham Coxon.

    Tak sembarangan jika saya bilang, britpop merupakan serangan terdahsyat Inggris di era 90-an dalam kancah musik rock. Rasanya, dulu waktu saya ABG, cowok dengan rambut berponi ala Gallagher brothers dan Damon Albarn bertebaran dimana-mana. Apalagi dulu para penggila Britpop ini rajin nongkrong di gigs band-band lokal yang membawakan lagu-lagu dari ranah Britania. Salah satunya yang populer di Jakarta, adalah Poster Cafe.

    Jika dilanjutkan, ada pula masa dan aliran musik kedua yang dikatakan sebagai post britpop. Di sini, band-band Inggris mulai mengawinkan berbagai sound unik yang membuat musik rock semakin enak didengar, tak terkecuali musik alternatif dan grunge ala Amerika. Nah, kalau mau diadu, saya sebenarnya lebih suka dengan aliran ini.

    Sebut saja, Radiohead, The Verve, dan Stereophonics, terasa tidak semendayu britpop. Genre ini pula yang nantinya menjadi cikal bakal band-band Inggris pasca milenium seperti Coldplay, Artic Monkeys, Kaiser Chiefs, Bloc Party, dan sejenisnya.

    Radiohead
    pic : spin.com

    The Verve
    pic : allmusic.com

    Stereophonics
    pic : nme.com


    Sebagai anak nongkrong MTV, saya dan mungkin juga kamu, tentu tahu dengan sebuah program yang wajib ditonton remaja gaul pada zamannya : MTV Alternative Nation. Saya juga turut membeli kedua album kompilasinya.

    MTV Alternative Nation album volume 1
    pic : discogs

    MTV Alternative Nation album volume 2
    pic : musik-sammler.de


    Bisa dilihat, isi album ini memang masih menggabungkan musik alternatif dari Inggris dan Amerika. Namun, sebagai penyimak peta musik rock era 90-an, memang band-band Britania Raya punya ciri khas yang lebih menghipnotis.

    Tidak percaya?

    Saya akan masuk ke pembahasan serangan ketiga, yaitu musik elektronika. Jika di era 80-an, ada Duran Duran, Pet Shop Boys, dan New Order yang mengusung sound elektronik dalam musiknya, maka era 90-an mengenal sebuah genre bernama trip hop.

    Dalam trip hop, unsur utama musik adalah hip hop dan elektronika. Dua band asal Inggris, Massive Attack dan Portishead menjadi penggedor di garis depan untuk genre ini. Saya ingat betul, bahkan Melly Goeslaw yang dulu masih aktif di band Potret, menyebutkan Portishead sebagai salah satu pengaruh bermusiknya. Ini yang kemudian saya rasa menjadi inspirasi salah satu lagu Potret yang berjudul Diam.

    Massive Attack
    pic : discogs

    Portishead
    pic : discogs


    Radiohead pun sempat mencicipi elektronika dalam album mereka, OK Computer dan Kid A. Sebuah terobosan menarik, namun mendapatkan kritik pula dari beberapa pengamat musik. Saya termasuk menikmati eksperimen ini, karena ada warna berbeda yang membuat lagu-lagu Radiohead semakin variatif.

    Untuk musik electronic dance, tentu pecinta perdugeman era 90-an tahu tiga nama besar berikut : Prodigy, The Chemical Brothers, dan Fatboy Slim. Tak dipungkiri, tiga nama tersebut adalah penguasa lantai dansa dengan beats yang menghentak, namun tidak bikin pusing kepala alias godek-godek enggak jelas hahaha.

    The Chemical Brothers
    pic : getty images
    Prodigy
    pic : reuters
    Fatboy Slim
    pic : fatboyslim.net


    Tak lengkap jika saya membahas ini itu, tanpa membocorkan playlist seri British Invasion ini. Kali ini, saya akan berikan daftar yang bukan berisi lagu-lagu standar, yang mungkin kalau kamu lihat, bakalan seperti udah tebak apa isinya. Lagu-lagu ini mungkin pernah kamu dengar, pernah kamu suka, namun saya rasa sudah banyak yang mulai melupakannya.

    Inilah tujuh lagu ‘terserang Inggris’ pilihan Mamah Merah :


    1. Fake Plastic Trees – Radiohead
    Oasis dan Blur boleh saja disebut sebagai raja diraja musik rock Inggris, namun selera saya tak bisa berpaling dari band asal Oxfordshire ini. Keberanian mereka bereksperimen menarik perhatian saya dan jujur saja, keunikan vokal Thom Yorke yang macam hidup dalam alamnya sendiri, really dope!
    Jika kebanyakan orang akan mengingat Radiohead dari tembang Creep dan High and Dry, lagu paling memorable versi saya adalah lagu mereka yang satu ini. 



    Apalagi, jika perhatikan baik-baik, video klip lagu ini yang fenomenal, saat Thom Yorke, sang vokalis duduk di troli sebuah supermarket. Cuplikan video Fake Plastic Trees juga menjadi salah satu opening title program MTV (MTV Fresh, tepatnya, kalau ingatan saya belum error, ya!). Kabarnya, lagu dari album The Bends ini dibuat Yorke dalam kondisi mental yang sangat tidak stabil dan prosesnya mengalir begitu saja. Well, I must say, coming from a screwed mind, you did a very good job making this kind of music, Sir.


    2. The Everlasting – Manic Street Preachers
    Saya mengenal Manic Street Preachers pertama kali waktu menemukan salah satu lagu mereka A Design for Life ada di album MTV Alternative Nation volume pertama. Kemudian, begitu masuk ke album berikutnya, saya menyebut band asal Wales ini sebagai pembuat judul lagu sepanjang jalan kenangan. Mungkin karena judul albumnya saja panjang : This Is My Truth Tell Me Yours. Plus, dua lagu lainnya yang judulnya mirip artikel viral jaman now, If You Tolerate This And Your Children Will Be Next dan You Stole The Sun From My Heart.



    Tapi, melodi dan lirik dalem ala Manic Street Preachers memang sukses mengambil hati saya. Cinta yang sama akhirnya tumbuh kembali di tahun 2004, ketika saya berkenalan dengan band Keane, yang saya sering sandingkan di hati bersama Manic Street Preachers.


    3. Govinda – Kula Shaker
    Hayo pasti kamu lupa deh, pernah ada lagu berlirik India yang enggak bikin kamu joget-joget di balik pohon atau nari hujan-hujanan? Ya, band yang satu ini nekat membuat lagu yang liriknya lebih parah pengulangannya dari lagu anak-anak. Tapi, apa mau dikata, nada dan liriknya sangat catchy. Jadilah mudah menempel pada memori and delightedly stuck in our head.



    Kula Shaker memang menempatkan unsur India dan mengadopsi konsep spiritualitas dalam band. Dari namanya saja, yang diambil dari salah satu raja India di abad kedelapan, Kulasekhara, sudah terlihat betapa kentalnya nuansa negeri Asia Selatan itu bagi Crispian Mills, dkk. Suara sitar, tamborin, dan tabla setia mengisi musik Kula Shaker. Sayangnya, kritikus kurang menyukai Kula Shaker dan saya lihat, setelah album perdana mereka, K di tahun 1996, Kula Shaker seakan tenggelam oleh band-band lain yang lebih kreatif meramu musik mereka.


    4. Glory Box – Portishead
    This song sounds like a great temptation! Diambil dari album perdana mereka berjudul Dummy, vokal Beth Gibbons begitu menggoda, seperti menyuarakan lirik seorang wanita yang ingin benar-benar dicintai, bukan sekadar jadi mainan belaka. 



    Lagu ini termasuk populer karena iramanya yang khas, digunakan sebagai latar musik pada film, serial televisi, dan iklan. Iklan yang dulu sering diputar adalah denim ternama, Levi’s, dengan plot seorang siswa sekolah dasar yang melihat seorang pria bercelana denim keren, mendapatkan pesan rahasia dari seorang wanita (yang rupanya adalah guru sang siswa).



    Seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, genre yang diusung Portishead, yaitu trip hop, memang tidak biasa. Like a fresh air in the music scene, keistimewaan aliran musik ini membuat Portishead wajib didengarkan bagi siapa saja yang ingin isi playlist lebih berwarna dan bukan yang standar saja.


    5. Three Lions – Lightning Seeds
    Oke, Inggris dan sepakbola seperti anak kembar siam yang sulit dipisahkan. Maka, tak salah jika saya harus memasukkan lagu yang satu ini ke dalam playlist hari ini. Band ini adalah salah satu favorit suami saya dan sering saya dengar di radio mobil hingga sekarang. Selain karena berasal dari kota Inggris favorit saya, Liverpool, lagu ini mengungkapkan doa, harapan, dan semangat para pendukung kesebelasan Inggris (yang hingga kini belum berhasil memboyong kembali Piala Dunia ke ranah Britania).



    Dengan lirik yang turut disusun oleh duo komedian Inggris, David Baddiel dan Frank Skinner, lagu Three Lions dibuat untuk menyambut Piala Eropa 1996 yang memang digelar di Inggris waktu itu. Sayang, meskipun menjadi tuan rumah, gelar juara masih belum beruntung diraih dan masih berlanjut ke ajang internasional lainnya. Setidaknya, lagu ini masih terus populer, apalagi dengan jargon andalan football’s coming home, yang semoga saja bisa terwujud dalam waktu dekat.


    6. Me and You Versus The World - Space
    Tak banyak yang tahu band satu ini. Memang, dari luar band yang berkiblat pada The Who ini terlihat biasa saja. Frontman-nya bukan tipe bad boy dengan wajah menarik. Melodi lagunya pun campur aduk dengan berbagai sound. Namun, apa yang jadi kekuatan band ini adalah ide lagu yang tidak biasa (seperti tentang sakit jiwa dan serial killer) plus lirik yang seringkali berbau dark humor. Katanya sih, Tommy Scott, sang penulis lagu sekaligus vokalis utama band ini banyak terinspirasi dari sutradara Quentin Tarantino dan kartun Looney Tunes dalam membuat lagu-lagunya.



    Datang dari album Spiders, saya memandang lagu ini sebagai bentrokan antara suara hati Bonnie and Clyde campur Romeo and Juliet, tetapi dengan gaya lebih tengil dan kocak. Mungkin, kalau kamu lagi pacaran backstreet atau nekat mau kawin lari menentang restu, bisa makin nekat kalau menghayati lagu ini hihihi.


    7. Block Rockin’ Beats – The Chemical Brothers
    Sebagai penutup daftar, saya persembahkan tembang yang paling nendang soal serangan Britania Raya. Sempat menjadi ringtone di ponsel saya, betotan bas, hentakan drum, dan suara towet towet dalam lagu ini memang sangat berkesan. Rasanya pengin setel lagu ini dalam volume yang bikin runtuh atap rumah, kalau kepala lagi puyeng sama ulah ninjaboys, wakwaw! Meskipun saya masih enggak bisa lancar ngomong ‘back with another one of those’ tanpa kesrimpet di depan kata ‘block rockin beats’ hehehe.



    Tapi, kejeniusan Tom Rowlands dan Ed Simons memang luar biasa. Sampai Noel Gallagher, pentolan Oasis, yang juga sama-sama berasal dari kota asal mereka, Manchester, ikut berkolaborasi dalam beberapa tembang, seperti Setting Sun dan Let Forever Be. Belum sah begajulan di era 90-an kalau belum bergoyang dengan lagu peraih Grammy 1998 kategori Rock Instrumental ini!


    Wow! Memang tak ada habisnya kalau membahas soal musik 90-an. Apalagi, kalau mendengar musik masa kini yang mulai terdengar membosankan di telinga, kembali ke playlist nostalgia ini adalah penyegaran yang oke banget dicoba.

    Penasaran sama pilihan lagu-lagu brit invasion ala Asti? Baca di post-nya yang satu ini!

    Dan saya juga sedang membuat serial romance di Wattpad berjudul Bittersweet Love Rhapsody yang menggunakan sederet lagu-lagu 90's, termasuk british invasion songs. Mampir baca, vote, dan comment sekalian boleh lho!

    Kamu sendiri, apakah dulu sempat tergila-gila dengan salah satu band yang saya bahas di atas? Atau ada pilihan favoritmu sendiri yang masih susah move on darinya? Share di kolom Komentar, yuks!

    Continue Reading



    Hai, Kawans!

    Back to the 90’s battle yang saya gelar barengan Asti Wisnu masuk ke ronde pertama, nih! Buat episode pembuka, pilihan topik jatuh ke sesuatu yang sama-sama jadi hobi masa kecil kita berdua. Siapa tahu kamu dulu punya hobi yang sama hehehe.

    Di era 90-an, peta perkomikan yang sebelumnya banyak didominasi terbitan Eropa dan Amerika, mulai tergeser oleh masuknya manga terjemahan. PT. Elex Media Komputindo dari grup Gramedia bisa dibilang menjadi pelopor masuknya komik-komik Negeri Matahari Terbit ke Indonesia.

    Cakupan genre pun sangat luas. Rasanya enggak lengkap kalo anak 90's enggak punya satu judul komik Jepang dari Elex nangkring di lemari buku.

    Nah, saya dan Asti bisa dibilang kutub yang berbeda soal selera komik. Walaupun, kita sama-sama book worm kelas paus biru.

    (Baca juga ya pilihan komik Jepang 90's Asti di sini)

    Tumbuh dekat dengan adik laki-laki saya yang cuma selisih umur satu tahun, otomatis selera kami pun bersinggungan. Saya bukan tipe cewek feminin dan lebih mencari komik yang punya dua elemen penting : action dan komedi!

    Singkat kata, shounen manga yang segmennya untuk anak cowok jadi favorit saya ketimbang shoujo manga untuk anak cewek.

    Bukan berarti saya anti shoujo manga, ya! Saya masih mau kok membaca komik-komik cewek dan memiliki beberapa judul di antaranya. Namun, boleh dikata, shoujo manga tidak memiliki kesan mendalam buat saya, karena ceritanya terlalu mudah ditebak dan lagi-lagi kurang bisa memenuhi tuntutan adrenalin serta perut yang butuh dikocok hehehe.

    Merangkum masa kecil saya yang gedubrakan dan absurd, inilah tujuh komik Jepang alias manga yang bikin Winda kecil makin pecicilan.


    1. Doraemon (Fujiko F. Fujio)

    pic from : carousell.id

    Every 90’s kid will have this on their top of mind! Entah komik atau kartunnya, si robot kucing dari abad dua puluh dua ini memang abadi selamanya melewati berbagai generasi. Doraemon adalah komik Elex pertama yang saya punya. Saya dulu sampai hafal berbagai alatnya dan khusus beli buku yang isinya mengupas alat-alat canggih bin ajaib Doraemon.
    Favorit saya sih, masih si roti hafalan untuk ujian dan taplak yang bisa ngeluarin makanan apapun keinginan kita. TETEP URUSAN PERUT NOMER SATU!

    pic : goodreads

    Tapi, nih, kalo misalnya boleh pilih, saya lebih suka baca Doraemon Petualangan. Soalnya ceritanya lebih panjang dan seru, ketimbang Doraemon biasa yang biasanya berkutat antara Nobita pusing sama sekolah, dibully Giant, atau galau sama Shizuka.


    2. Kungfu Boy (Takeshi Maekawa)

    pic : komikgue.com

    Chinmi bisa dibilang adalah pahlawan fiksi masa kecil saya, selain MacGyver. Semangat juang dari ahli bela diri dari Kuil Dairin ini emang jempolan! Apa yang bikin komik ini menarik adalah pesan utama bahwa hasil tidak akan mengkhianati usaha. From zero to hero, benang merah dari setiap perjalanan Chinmi terbentang dengan berhasil menguasai satu demi satu jurus serta mengalahkan musuh sesulit apa pun. Kudu semangat gini nih buat hadepin barisan emak nyinyir.
    Bagian paling berkesan dari Kungfu Boy adalah waktu Chinmi berguru pada Guru Yosen, si pemabuk uzur yang terkenal dengan jurus Kungfu Peremuk Tulang. Adegan east versus west yang disuguhkan lewat pertarungan kungfu Chinmi lawan petinju Dick Steiner. 
    Selain kisah jadi murid Guru Yosen, arc terakhir yang melibatkan arena kompetisi bela diri pun termasuk super seru. Pertarungan di beberapa volume terakhir pun tergolong sangat emosional karena Chinmi harus melawan salah satu rival sekaligus sahabat karibnya, Sie Fan.

    pic : bukabuku.com

    Sekarang, Chinmi terbit dalam seri Kungfu Boy Legends. Namun, di hati saya, Kungfu Boy yang terbit di era 90-an lebih memikat. Apalagi ilmu kebajikan yang terselip dalam cerita terasa lebih jelas dalam petualangan yang lebih variatif.


    3. Dragon Ball (Akira Toriyama)

    pic : bukalapak.com

    Ada yang bilang, urusan cerita berbau saga alias turun temurun, komik ini juaranya. Sempat pula ada selentingan, model saga ini pula yang menginspirasi Masashi Kishimoto menciptakan manga populer, Naruto. Pastinya, Dragon Ball menggabungkan fantasi, aksi, dan komedi dalam porsi yang pas, menurut saya. 
    Di volume-volume awal, petualangan Son Goku dan Bulma, memang masih berfokus pada pencarian bola naga, sesuai judul. Namun, lama-kelamaan, cerita bergeser pada pertarungan demi pertarungan melindungi bumi dari deretan penjahat yang hendak menghancurkan planet ini.
    Dari komik ini pula, banyak anak yang jadi jago mempraktikkan jurus legendaris Kamehame-Ha! Lucunya, walaupun tokoh yang ada di komik ini jumlahnya bejibun, saya bisa mudah mengingat dan membedakan mereka. Keunikan yang terlihat jelas menjadi alasan utama.

    Pasukan Ginyu!
    pic : duniaku.net

    Siapa tokoh favorit saya? Son Gohan yang sering canggung, namun penyayang tentu yang paling menarik perhatian saya. Plus, pasukan Ginyu yang ada di arc Planet Namec. Pose mereka tetap enggak terkalahkan deh caur-nya! Mungkin bisa kita coba buat menuhin IG story kalau nanti saya kopdar sama sesama penggemar pasukan gelo ini yaaa! 


    4. Magic Ball Danpei (Tetsuhiro Koshita)

    pic : fjb kaskus

    Semasa SD, ini permainan sekaligus olahraga favorit saya, bola lempar alias dodge ball. Salahkan komik ciamik yang satu ini : Magic Ball Danpei. Sepuluh volume semua saya lahap habis dan benar-benar dihayati setiap ceritanya. Ichigeki Danpei yang selalu semangat, tak minder dengan tubuh kecilnya. 
    Komik ini pula penyebab saya tiap sore maunya main bola lempar, walaupun kemampuan olahraga saya pas-pasan macam duit lima puluh ribuan di tengah bulan begini. Terbayang muka berapi-api Danpei, walaupun badan saya juga perih banget digebokin bola kaki plastik sama temen-temen sepermainan, pokoknya maju terus!
    Danpei yang juga urakan, enggak hanya mempertahankan nama baik klub sekolahnya, SD Tamagawa dari sesama tim dodge ball sekolah lain. Namun, ada beberapa kesempatan, ia menjaga nama baik olahraga dodge ball melawan atlet olahraga lain, seperti sepakbola dan bola basket.

    pic : priceaz

    Komik ini ditutup dengan sebuah momen yang menurut saya, cukup epik sekaligus mengharukan. Danpei berusaha untuk membuktikan bahwa ia bukan hanya sekadar bayang-bayang sang Ayah, namun memang mewarisi kehebatan yang sama.


    5. Dr. Slump (Akira Toriyama)

    pic : komik gratisan online

    Ternyata, selain jago bikin komik action, Akira Toriyama juga pinter bikin komik super kocak seperti ini. Tokoh utama komik Dr Slump, Arale-chan, si robot anak cewek yang lugu, tapi kuat banget, juga muncul dalam salah satu arc cerita petualangan Son Goku. Tepatnya, waktu Goku nyasar ke Desa Penguin saat melawan kelompok Red Ribbon dan mencari seseorang untuk bantu memperbaiki dragon radar yang rusak.
    Komik ini sebenarnya dulu saya baca bukan dari terbitan Elex, tapi dari komik murah (dan katanya KW). Terjemahannya aja ngaco berat hahaha. Tapi, justru kekacauan itu yang bikin saya jatuh cinta. You gotta have one hell sense of humor to understand this manga! 
    Banyak lelucon slapstick dan parodi yang bersliweran dalam adegan-adegan Dr Slump. Yah, kalau boleh jujur, konsumsinya buat remaja ya, karena ada konten berbau seksual juga di dalamnya. Wong, si profesor Senbei itu mesum bener!

    Tokoh receh di Dr. Slump
    pic : youtube
    Ada tokoh-tokoh receh yang bikin komik ini makin berwarna. Misalnya, alien-alien geje, Superman yang narsis tapi cemen, belum lagi pasukan polisi yang mirip Troopers-nya Star Wars. Dan yang paling memorable adalah Arale yang doyannya comotin serta bawa-bawa tinja yang ada di jalan! Mungkin kalau Arale hidup di jaman now, dia pasti udah diendorse sama obat cacing hahaha!


    6. Break Shot (Takeshi Maekawa)

    pic : buka lapak

    Takeshi Maekawa menyumbang dua komik di daftar saya. Seperti halnya Magic Ball Danpei, saya jadi belajar main biliar karena teracuni komik Break Shot. Nama tokohnya masih sama dengan Kungfu Boy, Chinmi. Namun, sekarang ia seorang siswa SMA yang menekuni bola sodok.
    Masih dengan tipe karakter yang serupa, Chinmi kerap diremehkan. Namun, ia pantang menyerah dan mempelajari banyak teknik biliar, (andalan Chinmi adalah jumpshot) sampai yang kelihatan mustahil! Bayangkan shot yang bisa bikin bolanya terbang, dobel pula, macam ular berkepala dua! Cuma ada di komik yang satu ini tentunya hehehe.

    Jumpshot andalan Chinmi
    pic : malesbanget.com

    Ada lagi persamaan dengan komik Kungfu Boy, misalnya arc East versus West yang dituangkan dalam turnamen biliar antara Jepang dan Amerika Serikat. Lalu, Chinmi sering dihadapkan pada situasi yang membuat dirinya terluka dan terjepit dalam pertandingan, biar makin dramatis  perjuangannya. Dramatisnya ngalahin drama diving Liga Italia Seri A, deh!


    7. Astro Boy (Osamu Tezuka)

    pic : buka lapak

    Pilihan komik ketujuh sempat bikin saya bingung. Soalnya masih banyak komik yang saya suka, tapi akhirnya komik legendaris ini juaranya. Si robot yang punya banyak kisah menyentuh, Atom. Komik sci-fi ini memang mengambil latar di masa yang jauh ada di depan. Namun, kecanggihan teknologi tidak serta merta membuat bumi jadi tempat yang lebih baik.
    Atom lahir dari susahnya seorang ayah move on dari kematian putranya. Namun, apa daya jiwa yang kosong, membuat sang Ayah, seorang ilmuwan jenius, malah menjadi semakin tak manusiawi. Saya merasa banyak diaduk-aduk emosinya saat membaca Astro Boy. Apalagi ketika Atom dibuatkan keluarga robot pula dan ternyata masih saja di-bully oleh manusia. Padahal, jasa Atom luar biasa besar dalam menyelamatkan bumi.

    Astro Boy dan adik perempuannya, Uran
    pic : matome.naver.jp

    Dari Astro Boy, saya belajar banyak tentang arti toleransi dan ketulusan menolong. Sesuatu yang makin tenggelam oleh teriakan-teriakan antipati dan kebencian di era millenial ini. Astro Boy pernah diadaptasi pula menjadi animasi. Namun, saya lebih suka membaca cerita aslinya demi kemurnian pesan yang disampaikan oleh sang kreator, Osamu Tezuka.


    Nah, itu dia komik-komik 90-an pilihan saya. Beberapa masih bisa kamu nikmati dengan meminjamnya, membeli komik seken di marketplace, atau ada pula komik-komik Elex yang dicetak ulang dengan tampilan baru (dan harga sepuluh kali lipat dari zaman dulu).

    Cek juga, yuk, apa komik-komik Jepang era 90-an favorit Asti di post-nya ini.

    Adakah pilihan saya ini yang juga kamu suka? Ceritakan pendapat atau kesanmu di kolom Komentar, ya!



    Continue Reading



    Di tahun 2018 yang baru memasuki bulan keempat, saya bisa dibilang mendapatkan banyak sumber bacaan baru. Tidak hanya aplikasi iPusnas dan Gramedia Digital, saya berkenalan dengan sebuah platform cerita daring asal negeri sendiri.

    Biasanya, platform cerita daring memungkinkan pembaca untuk menyimak cerita secara gratis. Banyak penulis, baik pemula sampai yang sudah cukup terkemuka, memanfaatkan platform ini sebagai kawah candradimuka. Mereka mengunggah naskah awal dan melihat reaksi para pembaca, sebelum memolesnya menjadi naskah yang lebih rapi dan solid.

    Namun, platform yang satu ini berbeda. Mari berkenalan sejenak dengan Cabaca.

    Apa bedanya Cabaca dengan platform penyedia akses bacaan sejenis? Nah, pas banget, kemarin malam saya berkesempatan ikut sesi Sharing with Authors yang diadakan oleh Komunitas Penulis Cloverline.

    Ada Mbak Fatimah Azzahrah yang menjadi perwakilan Cabaca. Beliau adalah salah satu co-founder, project manager, pemimpin redaksi, dan editor. Intinya, posisi Mbak Fatimah termasuk yang terpenting dan tersibuk di Cabaca.

    Cabaca didirikan atas prakarsa Mbak Anggit Tut Pinilih. Sebagai seseorang yang sudah lama malang melintang di bidang digital platform, beliau memiliki sebuah visi : menciptakan sebuah aplikasi membaca daring yang simpel, menyenangkan, dan punya kesempatan untuk memonetisasi karya tanpa meninggalkan standar seleksi layaknya penerbit mayor.

    Sebuah ide yang keren, mengingat sekarang siapapun punya kesempatan untuk menulis. Apalagi teknologi era digital ini membuka akses membaca yang lebih luas dan mudah. Penulis pun bisa berinteraksi lebih dekat dengan pembaca, tanpa terhalang jarak dan waktu. Intinya, Cabaca menyediakan kemudahan, baik untuk pembaca maupun penulis.

    Bagaimana mekanisme baca yang ada di Cabaca?

    Pertama, saya akan jelaskan dari sisi pembaca, ya! Cabaca menyediakan tiga bab gratis untuk setiap buku yang diunggah. Pembaca bisa lanjut ke bab-bab selanjutnya yang dihargai sejumlah kerang. Kerang ini saat kita mendaftar pertama kali, kita dapatkan gratis dan bisa bertambah dengan beberapa cara.


    Bonus kerang saat daftar dan bonus teman yang masuk ke dompet kerang saya


    Sebagai gambaran, saya mendapatkan seratus kerang gratis saat mendaftar pertama kali dan lima puluh kerang gratis lainnya dengan memasukkan kode dari salah satu kawan. Nah, saya punya kode khusus, yang jika dipakai oleh orang lain yang baru daftar Cabaca, masing-masing user menghasilkan lima puluh kerang ekstra bagi saya.

    Kode saya : WINDAREDS12

    Silakan dipakai, Kawans!

    Namun ingat, kode teman ini hanya bisa dimasukkan satu kali saja. Setelah itu, kamu perlu menggunakan cara lain untuk menambah jumlah kerang.

    Kerang saya pun bisa bertambah jika saya rutin berkomentar pada setiap bab cerita. Satu komentar dihargai tiga kerang. Intinya, kita harus aktif sebagai pembaca dan proaktif mengundang pembaca baru.

    Jika kamu mau membeli kerang, ada beberapa metode pembayaran yang bisa dipilih, seperti transfer bank, bayar di Indomaret, kartu kredit, dan potong langsung dari pulsa kita. Saya sendiri coba membeli paket 250 kerang seharga Rp. 25.000, yang saya bayar melalui transfer bank via BCA.


    Ini dia harga paket kerang Cabaca


    Kedua, dari sisi penulis, Cabaca memberikan kesempatan bagi para penulis yang bergabung untuk memperoleh royalti hingga enam puluh persen! Wow, ini termasuk royalti yang besar, lho! Penentuan harga pun akan ditentukan berdasarkan prestasi penulis dengan sistem yang dijanjikan lebih transparan.

    Segmen pembaca Cabaca didominasi oleh wanita (kira-kira tujuh dari sepuluh pembaca), dengan rentang usia SMA hingga 30 tahun. Pilihan genre pun beraneka ragam, tidak melulu teenlit, chicklit, ataupun romance. Kamu bisa mengirimkan karya horor, thriller, fantasi, komedi, bahkan historical!

    Cerita ini akan dipotong per bab, minimal sediakan dua belas bab dengan jumlah kata per bab kira-kira dua ribu kata. Yah, mirip seperti format web novel pada umumnya.

    Pengiriman naskah bisa dilakukan dengan mengakses tautan berikut : http://bit.ly/joinpenulisCabaca

    Masa tunggu naskah bisa sampai dua bulan, jadi bersabarlah! Editor akan memberikan kritik dan saran, terlepas naskah kita diterima atau tidak. Kalau ternyata belum beruntung, kita dapat memoles ulang naskah sesuai masukan editor lalu mengirimkannya kembali. Kemungkinan diterima jadi semakin besar, lho!

    Sebuah tips dari editor : pastikan tiga bab pertamamu menarik, karena mereka akan melihat tiga bab pertama ini, selain outline cerita secara lengkap.

    Bagaimana dengan naskah yang pernah terbit di platform lain, misalnya Wattpad?

    Jangan cemas, Cabaca memperbolehkan naskah tersebut untuk masuk. Asalkan, ketika naskah positif diterima, maka kamu harus “menurunkan” naskah dari platform tetangga tersebut.

    Wah, banyak sekali keunggulan yang ditawarkan Cabaca, ya! Pembaca dan penulis jadi sama-sama ngiler, slurp!

    Sayang sekali, ada beberapa kelemahan Cabaca yang bisa jadi masukan perbaikan di kemudian hari. Cabaca saat ini hanya dapat diakses melalui situs dan aplikasi pada perangkat Android. Bahasanya pun masih terbatas pada Bahasa Indonesia saja.

    Semoga Cabaca mampu go international dan meraih pangsa pasar lebih luas lagi di masa mendatang.

    Cabaca bisa diakses via web di http://cabaca.id

    Follow juga akun media sosialnya di 

    Instagram : @cabacaapp
    Facebook page : CabacaApp


    Oh ya, keempat mentor alias minchans dari Komunitas Penulis Cloverline (KPC) sudah berhasil memasukkan karyanya di Cabaca, lo! Saya akan tampilkan review buku-buku mereka di post berikutnya. Doakan ya supaya saya dan teman-teman dari KPC lainnya bisa mengikuti jejak keempat cikgu ini.

    Selalu ada jalan bagi mereka yang mau mencari dan berusaha. Yuk, manfaatkan kecanggihan era digital untuk membuka kesempatan kita berkarya sekaligus mengapresiasi karya sesama penulis lainnya.

    Salam membaca dan menulis asyik ala Cabaca!









    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    Who's Winda?

    My photo
    winda reds
    silly geeky newbie writer | a big fan of the 90's | can't resist cute cats, British accents and guys with geeky glasses
    View my complete profile

    Back to the 90's Battle

    Back to the 90's Battle
    Karena era 90-an terlalu manis untuk dilupakan

    Medsos Mamah Merah

    • facebook
    • instagram
    • twitter
    • linkedin
    • wattpad
    • storial

    Labels

    90sbattle backto90s books comics fiction movies music non fiction TV webtoon winda says

    Blog Archive

    • April 2020 (1)
    • September 2018 (2)
    • August 2018 (2)
    • July 2018 (3)
    • June 2018 (3)
    • May 2018 (3)
    • April 2018 (5)
    • March 2018 (4)
    • February 2018 (5)

    Popular Posts

    • We are Pharmacists - Webtoon Nostalgia Anak Farmasi
    • Up in the Air - Ketika Tiga Generasi Berjalan Mencari Jati Diri

    Most Popular

    • We are Pharmacists - Webtoon Nostalgia Anak Farmasi
    • Up in the Air - Ketika Tiga Generasi Berjalan Mencari Jati Diri

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top