Hai, Kawans!
Masih setia ya ngikutin Back to the 90’s battle sambil nostalgila di setiap episodenya.
Bukannya susah move-on, sih.
Mengingat hal-hal kecil nan manis ini membuat kita sadar, bahwa sebenarnya buat
bahagia itu cukup dengan hal sederhana aja, kok!
Seperti yang pernah saya singgung sebelumnya, anak
90-an itu adalah perpaduan cantik era “manual” dengan teknologi canggih yang
baru menyapa. Berada di masa peralihan, membuat anak 90-an punya sifat kreatif,
tech-savvy, tetapi masih rajin ngulik
ini-itu.
Kali ini, saya dan Asti Wisnu, bakal mengupas apa
sih hobi-hobi favorit kita di masa 90-an dulu. Seperti biasa, style kita yang berbeda, akan saling
melengkapi satu sama lain. Saya juga bakal kasih cerita di balik hobi saya ini.
Pada tahu kan, masa kecil saya emang udah absurd dan geje, rada menyimpang dari
anak cewek pada umumnya.
Waktu kecil dulu, teman saya mayoritas cowok.
Soalnya, saya punya adik laki-laki yang hanya beda umur setahun. Nah, adik saya
ini kutubnya berlawanan sama saya. Dia lebih friendly, selow, pokoknya BFF material yang susah bilang ‘enggak’
sama temen. Jadilah rumah kami selalu penuh dengan anak-anak yang main dan
nonton (bisa seharian kalau hari libur).
Yep, tebakan kamu bener. Cowok-cowok kompleks
memenuhi rumah saya setiap hari.
Di sisi lain, saya bisa dibilang nyaris jadi anak ansos.
Bukan emang menyendiri secara sukarela. Tapi karena saya enggak cocok temenan
sama cewek dengan segala selera yang beda, mulut yang blunt parah, dan ketegasan yang setara dengan kepala hansip. Masih
bersisa sih sampai sekarang hahaha, tapi udah jauh lebih mending. Saya enggak
ikut nongkrong main truf atau ngopi item di pos sama bapak-bapak kok sekarang.
Ada satu sahabat setia saya, namanya Izumi. Si
blasteran Jepang-Padang ini sama freaky-nya,
walaupun dia jauh lebih santun dan bersahabat sama orang lain (tipikalnya sama
seperti adik saya yang susah nolak). Singkat cerita, Izumi inilah partner-in-crime sejati yang menorehkan
sejarah masa kecil penuh ke-geje-an.
Nah, begitu prolognya, jeng jeng jeng! Membuka peti
kenangan, ini dia lima hobi favorit saya di era 90-an yang rasanya enggak
lengkap kalo belum dilakuin.
1. Main Tamiya
Lupakan Barbie yang bikin saya gatel-gatel dan
bergidik ngeri. Kalau ada mainan era 90-an yang saya paling cintai, mobil mini four-wheel drive (4WD) merek Tamiya
pasti ada di nomor satu daftarnya. Walaupun harganya lumayan, saya beruntung
bisa mengoleksi beberapa di antaranya.
Saya tertarik pada mini 4 WD setelah menyaksikan
anime yang tayang di TVRI sebelum Unyil ini : Dash! Yonkuro. Bercerita tentang sebuah kelompok yang berkompetisi
mini 4 WD, siapa pun pasti ngiler untuk mengoleksi kelima mobil Dash! Ini. Ada Dash-1
Emperor milik Yonkuro, Dash-2 Burning Sun milik Tankuro, Dash-3 Shooting Star
milik Shinkuro, Dash-4 Cannonball milik Punkuro, dan Dash-5 Dancing Doll milik
Rinko.
![]() |
Dash! Yonkuro anime pic : enokifilms |
![]() |
Koleksi mini 4WD tim Dash! bawah (kanan-kiri) : Emperor, Burning Sun atas (kanan-kiri) : Shooting Star, Cannonball, Dancing Doll pic : ebay |
Namun, meskipun bisa memiliki kelimanya, favorit saya malah jatuh ke mobil biru yang satu ini, Avante 2001. Kebetulan pula, ada komik yang membahas mobil ini, untuk menambah referensi saya mengenali si mobil kesayangan. Avante 2001 adalah sebuah mobil mini 4WD yang terkenal dengan chassis (rangka bodi) ringan. Namun, mobil ini didesain untuk dimainkan dalam trek, bukan off-road seperti mobil geng Dash.
![]() |
Manga Mini 4 Avante pic : tokopedia |
![]() |
Avante 2001 pic : wikia mini 4wd |
Namanya Winda yang ngeyel, nekat aja dong saya lepas Avante di jalanan aspal. Dan karena
enggak punya stik offroad seperti
geng Dash, saya pake aja raket bulutangkis. Pernah sekali waktu, Avante saya
nyaris nyemplung ke selokan. Saya sampai lompat guling-guling nangkep. Jangan
tanya luka-luka perjuangan yang saya dapatkan. Enggak ada cerita deh saya jadi
anak cewek yang tangan kakinya mulus tanpa luka hahaha.
![]() |
Enggak punya stik kaya Yonkuro, gantinya raket bulutangkis! pic : animetosho |
Saya enggak punya keahlian kutak-katik modifikasi, apalagi sampai ikut-ikut lomba. Semata-mata saya punya hanya karena kebawa euforia anime dan komik aja. Sama seperti waktu kepincut sama dodgeball gara-gara komik Magic Ball Danpei yang sudah saya ceritain di posting tentang komik favorit.
Untungnya sih, sekarang saya belum kesambet beliin
Aryo Nara seri Tamiya ini. Walaupun udah mulai cek-cek di marketplace, nampaknya saya masih lebih kalap beli-beli buku
ketimbang mobil mini 4WD.
2. Koleksi Tazos
Kalau ada hal yang bikin masa kecil saya kebanyakan
micin, salah satunya adalah mainan unik satu ini. Namanya Tazos, kepingan
bergambar yang bisa dimainkan dengan beberapa cara. Diadu, dibuat menjadi aneka
bentuk, dan dikoleksi dalam map khusus. Tazos yang ada dulu, bisa didapatkan
berupa hadiah tersimpan di bungkus makanan ringan, keluarganya
Chiki-Jetz-Cheetos (produksi Indofood Frito-Lay).
Tazos yang akan saya bahas adalah seri Looney Tunes
yang keluar di tahun 1994. Tahu kan geng Bugs Bunny, Daffy Duck, dan
kawan-kawannya? Apalagi adanya film Space Jam yang menggabungkan animasi Looney
Tunes dan real human actors, salah
satunya legenda NBA, Michael Jordan (yang mana pada era 90-an everybody wanted to be LIKE MIKE),
membuat Tazos seri Looney Tunes ini most
wanted items di mana-mana.
![]() |
tazos looney tunes pic : cartoonpicsnet |
![]() |
album buat simpen koleksi tazos pic : bukalapak |
Pokoknya, Tazos ini udah semacam “koin harta karun”
yang rela didapat, ditukar, dan dipertahankan dengan segenap jiwa raga (oke,
kalo yang ini penjelasan lebay
hahaha).
Belakangan, Tazos pun berubah bentuk. Tak lagi
kepingan bulat, namun jadi bersegi banyak. Beberapa animasi lain pun muncul
menjadi seri-seri selanjutnya, seperti Pokemon dan Angry Birds. Namun, bagi
anak 90-an, Tazos Looney Tunes masih jadi yang terdepan dalam ingatan.
Pantesan ya, saya dulu langganan banget kena radang
tenggorokan. Gimana enggak, saya bolak-balik jajan demi ngumpulin Tazos dan
tiap ikut belanja ke supermarket, pasti comotin Chiki dkk ini dari rak.
3. Surat-menyurat (sama pemenang kuis)
Sepertinya, bakat menulis saya terasah karena dua
hobi : membaca dan menulis surat. Keduanya dulu saya jalankan sama rutinnya
sehingga menjadi semacam kebiasaan. Kebetulan, orang tua mendukung hobi positif
saya ini. Mereka menyuplai saya dengan berbagai kertas surat. Ini adalah daftar
belanja rutin saya setiap minggu di toko buku.
![]() |
koleksi kertas surat semacam ini adalah daftar belanja wajib di toko buku pic : rahmiazizacom |
Surat-surat ini saya kirimkan kepada orang-orang
yang namanya tercantum di majalah (biasanya majalah Bobo) sebagai pemenang
kuis. Pernah juga saya merasakan jadi pemenang kuis. Benar saja, langsung saya
ikut kebanjiran surat. Saya menyukai sensasi yang dirasakan, ketika bisa
berkenalan dengan berbagai orang baru. Sayangnya, karena saya bukan orang yang
apik, surat-surat ini hilang saat saya pindah rumah.
Tetapi, ada sih surat-surat aneh yang ikut masuk.
Pertama, surat yang mirip arisan berantai. Kalau enggak diteruskan, katanya
bakal ada azab yang menimpa. Terus dijabarin orang-orang bernasib sial yang
mengabaikan peringatan itu. Semuanya luka, cacat, atau meninggal mengenaskan
(ada satu yang saya ingat banget, katanya mati dimakan buaya, hadeuh!)
Kedua, pernah pula saya menerima semacam surat
cinta. Wah gila, isinya rayuan gombal yang sontak bikin saya enek. Wong saya
masih kelas 5 SD, dapat surat begitu, rasanya pengin muntah aja (dan tanyakan
kenapa sampai sekarang saya enggak romantis hahaha).
Selain surat, kadang saya suka pakai media kartu
pos. Memang sih, seringnya kartu pos ini dipakai untuk mengirimkan jawaban
kuis. Tetapi, kalo untuk pesan-pesan singkat dan enggak pribadi, saya cuek aja
pakai kartu pos. Prangko pengirimannya pun biasanya lebih murah (solusi saat
duit cekak).
![]() |
kartu pos buat ngirim surat metode irit pic : tribun news |
Yang pasti, menulis surat membuat saya luwes
berbahasa. Termasuk salah satunya ketularan bikin pantun alay era 90-an.
Seperti pantun terkenal : empat kali empat sama dengan enam belas, sempat tidak
sempat harus dibalas.
![]() |
pantun legend buat penutup surat pic : club iyaa |
4. Making
prank calls
Penggemar kartun The Simpsons tentu tahu salah satu
hobi Bart Simpson, si bengal, yang satu ini. Bart suka sekali melakukan telepon
iseng (prank calls) ke bar Moe,
tempat ayahnya, Homer Simpsons sering nongkrong. Nah, kalau Bart suka nelepon
nanyain pengunjung dengan nama aneh-aneh, saya dan Izumi lebih canggih lagi
urusan prank calls.
![]() |
prank calls ala bart simpson pic : funnyjunk |
Kami berdua saking senengnya sama Telekuis
Jari-jari dan kuis di radio, mulai bikin prank
calls edisi kuis. Awalnya sih, kita asal pencet nomor aja, terus kasih
tebakan garing ala buku AsBak (Asal Tebak) ke seseorang di seberang sana.
Lama-lama bosen dengan metode begitu-begitu aja, mulai deh otak kreatif kita
jalan.
![]() |
telekuis jari-jari yang nomor teleponnya hafal di luar kepala pic : kaskus |
Pertama, kita berburu “mangsa” di buku telepon (white pages). Istilahnya, kita enggak
cari random target. Terencana sampai
ke titik terakhir. Kedua, telepon rumah saya letaknya berdekatan dengan stereo set besar. Biar seakan ditelepon
radio beneran, kita setel musik sebagai latar. Nanti siapa yang telepon
berlagak jadi penyiar dan siapa yang jadi operator lagu, saling gantian aja deh
kita berdua.
Ketiga, aksi iseng dilengkapi dengan gaya ala
penyiar. Yang mintain password, kasih
pertanyaan (tetap tebakan garing), sampai ngejanjiin hadiah menarik. Herannya,
banyak yang mau aja dikadalin. Dikirain saya dan Izumi beneran dari Radio
Cendrawasih 123,4 FM (yang mana tahu dong frekuensi FM mentok di 108,0).
I know, what
we did is not a good thing. Nevertheless,
the creativity that we had back then kinda awesome for 9-years-old girl. Sableng
to the max!
Palingan sih dulu saya rajin diomelin karena bikin
tagihan telepon membengkak saking seringnya praktik radio jadi-jadian ini
hahaha!
5. Catetin lirik lagu
Nyanyiin lagu yang kita suka, suara bagus atau
enggak itu soal belakangan, siapa yang seneng begini? Saya termasuk di
antaranya, dong! Apalagi untuk lagu berbahasa asing, ini bisa jadi salah satu
cara buat belajar juga. Waktu era 90-an, cari lirik lagu enggak segampang
sekarang yang tinggal googling aja.
Dulu, kalo enggak cari di kaset atau CD, kita harus going for extra miles buat dapetin lirik yang bener.
Beberapa cara ini saya pernah tempuh. Pertama,
rekam lagu di kaset kosong, terus ngandelin kuping dan kemampuan bahasa buat
nulisin lirik. Kadang berhasil, seringnya gagal hahaha. Apalagi yang vokalisnya
nyanyi macem kumur-kumur atau ngerap cepet banget, modar aing!
Kedua, saya pantengin acara catat lirik lagu di
radio. Dulu, ada acara semacam ini di Radio Sonora Jakarta. Si penyiar akan
membacakan lirik dan terjemahin liriknya sekalian. Lagi-lagi, kadang cara si
penyiar pronounce, enggak sampe ke
otak saya. Berakhirlah dengan saya nebak-nebak kira-kira apa kata yang
dimaksud, berbekal kamus Inggris-Indonesia dan Merriam Webster.
Ketiga, carilah majalah yang memuat lirik-lirik
lagu. Terutama lagu-lagu hits yang kita belum punya lagunya. Untuk majalah
favorit, ada dua yang menurut saya, memuat lirik yang oke, yaitu Hai dan Music
Book Selection (MBS). Plus, ada kunci gitarnya juga, yang biasanya jadi sasaran
para gitaris pemula.
![]() |
majalah HAI wajib baca buat remaja 90s pic : breaktime |
![]() |
Music Book Selection (MBS) yang isinya lirik lagu dan kunci gitarnya pic : Gundallas Gallery on Instagram |
![]() |
Majalah MBS junjungan lirik dan kunci gitar pic : Gundallas Gallery on Instagram |
Saya pun menyingkirkan usaha nyokap yang berinisiatif
langganan majalah Gadis, dengan mengganti ke Hai (dan tabloid Bola). Maaf ya,
Mah. Anakmu enggak cocok dengan hal-hal terlalu kecewekan itu hehehe. Khusus
untuk MBS, saya menabung uang saku untuk membeli, karena harganya lumayan
mahal.
Nanti lirik-lirik lagu ini saya tulis ke dalam buku
khusus. Begitu sudah kenal PC dan Windows, saya catat ke dalam MS Word. Waktu
SMA, saya senang menuliskan lirik lagu ini di organizer milik salah satu sahabat. Nampaknya, ia juga masih ingat
kegemaran saya yang satu ini. Karena, lagu-lagu yang saya tulis akhirnya jadi
bahan karaoke dadakan di kelas saat lagi suntuk belajar.
Sebagaimana unfaedah
dan recehnya hobi di masa kinyis dulu, saya sangat bersyukur.
Kegemaran-kegemaran sepele dan ada yang enggak beres ini ternyata bisa
menjadikan saya orang yang bisa menemukan kebahagiaan dengan mudah. Karena
memang seharusnya memang begitu, happiness
is only one smile away.
Asti udah bocorin juga lima hobi kesukaannya, enggak kalah serunya dari punya saya!
Asti udah bocorin juga lima hobi kesukaannya, enggak kalah serunya dari punya saya!
Kalau kamu? Apa hobi ala 90’s yang paling memorable buat kamu? Share di kolom Komentar, yuks!