Powered by Blogger.

Pages

  • Home
  • Meet Winda Reds
  • Books
  • Comics
  • Movies
  • TV
  • Winda Says
  • Back to 90s

Mrs. Redsview




  • Halo, Kawans!

    Jika biasanya saya membuat review film yang sudah lama diputar bertahun-tahun silam, kali ini saya akan mengulas sebuah film keluarga yang masih hangat dan sedang tayang di bioskop terdekat. Kamu yang masa kecilnya dulu sangat menggemari Si Beruang Menggemaskan dari Disney, Winnie the Pooh, seperti saya, pasti sudah menantikan untuk menyaksikan film ini, Christopher Robin.

    -----



    Judul film : Christopher Robin
    Genre : fantasi, drama, keluarga
    Bulan dan tahun rilis : Agustus 2018
    Sutradara : Marc Foster
    Produser : Brigham Taylor, Kristin Burr
    Penulis skenario : Alex Ross Perry, Tom McCarthy, Allison Schroeder
    Pemeran : Ewan McGregor, Hayley Atwell, Bronte Carmichael, Mark Gatiss, Oliver Ford Davies, Jim Cummings, Brad Garrett
    Produksi : Walt Disney Pictures
    Distribusi : Walt Disney Studios Motion Pictures
    Durasi : 104 menit

    -----

    SINOPSIS

    Selepas berpisah dari kawan-kawan fantasinya di Hundred Acre Woods, Christopher Robin (Ewan MacGregor) seolah kehilangan pribadi cerianya, ditelan kerasnya hidup. Ditempa disiplin keras di sekolah asrama dan sempat berjuang dalam Angkatan Bersenjata Inggris pada masa Perang Dunia II, Christopher menjadi pria yang jauh berbeda. 

    Sepulang perang, Christopher berhasil membangun karier di Winslow Enterprise, sebuah produsen koper di London, sebagai spesialis efisiensi. Namun, sang istri, Evelyn (Hayley Atwell) dan Madeline (Bronte Carmichael) merasa mereka kehilangan waktu serta diri seutuhnya Christopher sebagai bagian dari keluarga.


    Madeline - anak perempuan Christopher Robin

    Evelyn - istri Christopher Robin

    Puncaknya, ketika Christopher terpaksa membatalkan janji liburan akhir pekan mereka di rumah peristirahatan daerah Sussex, Evelyn yang sangat kecewa memutuskan tetap pergi bersama Madeline. Sementara, kepala Christopher makin pening mendapati sebuah permintaan presentasi di hari Senin dari Giles Winslow, Jr. (Mark Gatiss), anak pemilik Winslow Enterprise untuk membuat perencanaan PHK sebagai bagian dari “peningkatan efisiensi perusahaan”.

    When the BFF are reunited

     
    Tak disangka, sahabat masa kecil Christopher datang berkunjung. Ialah Winnie the Pooh – atau selanjutnya akrab dipanggil Pooh saja – Si Beruang Menggemaskan dengan filosofi hidup santainya : “Tidak berbuat apa-apa justru akan membawa kebaikan besar dalam hidup.”

    Christopher dan Pooh sama-sama bingung berhadapan dengan pribadi yang kini jadi bertolak belakang. Christopher menganggap Pooh jauh dari cerdas dengan kata-kata kekanakan dan prinsip hidup yang bentrok dengan kerasnya dunia nyata. Sementara, Pooh menyayangkan Christopher dewasa jadi semacam kehilangan “cahaya” aslinya.

    Christopher pun memutuskan untuk menghabiskan akhir pekan dengan mengembalikan Pooh ke Hundred Acre Woods, tepatnya dekat dengan rumah peristirahatannya di Sussex. Perjalanan pun diwarnai kejadian lucu karena Pooh yang enggan berhenti mengoceh dan menimbulkan kehebohan. Ternyata, misi Christopher memulangkan Pooh berlangsung lebih lama dan membangkitkan lagi nostalgianya, berjumpa dengan para penghuni Hundred Acre Woods seperti Eeyore, Piglet, Tigger, Rabbit, Owl, Kanga, dan Roo.

    Geng Hundred Acre Woods - yay!

    Meaningful convo with Pooh is always a pleasure!

    Christopher kembali ke London untuk menghadiri presentasi pentingnya. Tetapi, masalah ternyata belum selesai. Kini para tokoh yang merasa hidup mereka dulu terbantu oleh Christopher, ingin membalas budi dengan menyelamatkan hidup Christopher dari masalah di dunia barunya. Bagaimana akhirnya Christopher Robin bisa menemukan kembali cahaya dan semangat hidupnya yang menyurut?

    -----

    ULASAN

    Sewaktu saya membawa anak-anak menonton film Christopher Robin, bayangan saya, mereka akan menikmati film ini. Alasannya simpel, karena mereka antusias melihat Pooh dan para kawannya di Hundred Acre Woods sewaktu menonton trailer-nya.

    Ternyata, saya salah besar!

    Pertama, kisah yang ditampilkan dalam film ini, menurut saya bukan untuk konsumsi anak-anak prasekolah. Banyak dialog berat yang menurut saya, sulit untuk dipahami oleh anak-anak. Kemesraan yang ditunjukkan oleh Christopher dan Evelyn pun perlu jadi perhatian, karena ada adegan kissing yang tiba-tiba muncul! Anak-anak gampang bosan, apalagi saya menilai aura film ini cukup gloomy untuk ukuran drama keluarga ala Disney.

    Kedua, porsi para tokoh fantasi, selain Pooh, bisa dibilang hanya memenuhi paling mentok separuh film. Jadi, pupus harapan kalau menantikan banyak adegan menggemaskan dari geng Hundred Acre Woods. Walaupun begitu, saya sendiri lumayan puas waktu Pooh, Piglet, Eeyore, dan Tigger bertualang ke London menyusul Christopher, seru! Di bagian ini pula, anak-anak lumayan anteng dan ikut tertawa.

    Formula film Christopher Robin, mengingatkan saya pada film Hook, di mana sang tokoh utama yang tadinya anak-anak, kini telah menjadi dewasa dan menghadapi problematika tersendiri yang berbeda dengan masa petualangan fantasinya. Tetapi, Christopher Robin diarahkan dengan lebih apik, sehingga kesederhanaan premisnya bisa menjadi sebuah rangka cerita kuat berkat filosofi hidup yang begitu mengena, walaupun latar cerita ini berada puluhan tahun silam.

    Ewan MacGregor (duh, kelihatan banget dia sangat bapak-bapak di sini!) mampu menampilkan sebuah akting yang cukup meyakinkan sebagai Christopher Robin dewasa. Suasana gelap dalam hatinya terbaca jelas dari gestur dan ekspresi muka, sampai intonasi tutur katanya.

    Sementara Hayley Atwell, sayangnya, masih sulit melepaskan citra Agen Peggy Carter dari semesta sinema Marvel. Aktingnya terasa tanggung buat saya. Malah, aktris cilik pemeran Madeline, Bronte Carmichael lebih sukses mengeluarkan emosi sebagai anak yang kesepian dan terluka oleh ketiadaan sang Ayah.

    Yang mencuri perhatian saya, justru Mark Gatiss, yang kita kenal sebelumnya sebagai Mycroft, abang Sherlock Holmes dari serial Sherlock di BBC. Tanpa dialog saja, pasti sudah terbayang betapa menyebalkannya pria ini. Mingkem pun penonton terbawa pengin sleding, hahaha!

    Si antagonis yang bikin pengin sleding
    pic : disney wikia


    Kredit tertinggi saya nyatakan jatuh kepada Jim Cummings, pengisi suara Pooh. Bagaimana ia berhasil menghidupkan karakter Pooh, dengan nada bicara lembut, sesekali guyon, namun selalu ada pesan menohok di balik kalimat silly-but-true miliknya. Pooh inilah yang berhasil menampar saya dengan kiriman pesan untuk melonggarkan sejenak ketegangan berjuang menghadapi dunia nyata. Karena tantangan tak selamanya harus dilawan dengan ketangguhan nan keras, bersantai bukanlah sebuah kebodohan ataupun dosa.

    Kalau mau jujur, saya menyaksikan film ini di saat yang tepat. Saya tengah mengalami kegalauan dan kelelahan lahir batin seperti Christopher, hingga pada titik, saya seperti melupakan bagian hidup untuk relaks dan bersenang-senang. Segala macam tugas, tenggat waktu, proyek, seperti menghabiskan energi saya.

    Tanpa berniat menjadi seseorang yang tidak profesional, saya mengamini apa kata Pooh. Terkadang, tidak melakukan apa-apa (selama beberapa waktu), akan membuat kita justru menghasilkan sesuatu yang lebih berguna ketimbang ngotot mengejar ambisi.

    Untuk film yang memikat dengan kesederhanaannya ini, saya berikan nilai 8 dari 10. Mostly because Pooh stole my heart since his first line.


    Bagaimana dengan kamu? Apa kesan yang kamu dapatkan setelah menonton film Christopher Robin? Yuks, cerita di kolom Komentar!



    photos from IMDB


    Continue Reading



    Halo, Kawans!

    Bagaimana kamu memperingati Hari Kemerdekaan kemarin? Apakah kamu ikut lomba-lomba seru di kompleks atau kantor? Apakah kamu ngedumel karena harus bangun pagi di tanggal merah untuk ikut upacara? Atau apakah kamu terpukau sama prosesi upacara di Istana Merdeka yang ditayangkan di televisi?

    Bagaimanapun caramu merayakan hari jadi negara kita yang ke-73, semoga apa yang kamu lakukan adalah sebuah penghargaan atas kemerdekaan yang patut disyukuri.

    Saya sendiri membuat sebuah langkah spontan yang semoga bisa membawa manfaat bagi negeri ini, khususnya bagi kaum wanita.

    Berawal dari sebuah Facebook post di laman mentor menulis saya, Mak Hanny Dewanti yang baru saya baca kemarin pagi. Mak Oney – begitu ia akrab dipanggil – menyoroti sebuah kejadian yang sontak membuat saya geram sekaligus miris.


    Kisah ini menimpa salah satu novelis populer Indonesia, Ika Natassa. Saya memang bukan penggemar karyanya, namun tetap saja ini tidak membuat saya membenarkan apa terjadi padanya. Ada seseorang (anonim pula) yang menyinggung mengenai Ika yang dicela “fisiknya tidak secantik tokoh fiksi yang ditulisnya”. Saya masukin ya gambarnya di sini, diambil dari Facebook post Mak Oney, yang ternyata screenshot dari Instagram story Ika Natassa.





    Amarah dan kekecewaan saya membuncah. Jujur saja, dengan kemerdekaan yang sudah kita miliki lebih dari tujuh dekade, ternyata wanita Indonesia belum sepenuhnya merdeka dari stigma dan penghakiman orang lain. Pahitnya, orang lain itu adalah sesama wanita.

    Saya sontak pula teringat salah satu buku non fiksi terbaik yang saya baca tahun ini, Imperfect karya Meira Anastasia. Buku ini mengangkat tentang perjuangan Meira membangun kepercayaan diri dan positive body image setelah mengalami body shaming, baik di masa lalu hingga masa kini. Sebagai istri Ernest Prakasa, Meira sering mendapatkan cemoohan dari netizen maha benar yang berekspektasi konyol “seharusnya istri Ernest bisa lebih menarik dipandang mata”.

    Saya rekomen banget baca buku ini supaya kamu juga dapat pandangan lebih luas mengapa body shaming ini hama yang harus diberantas!

    Well, saya sendiri juga mengalami body shaming sejak kecil sampai sekarang. Mungkin kamu juga mengalami hal yang sama.

    Saya dulu kurus banget, dengan nafsu makan luar biasa. Jadilah dituding cacingan, bulimia, you name it. Begitu kuliah, badan saya bisa lebih berisi, langsung dituding di bagian perut buncit. Sekarang, karena perut saya masih saja membusung, suka sebel kalau dikira hamil. Begitu tahu saya enggak hamil, eh jadi dikomentarin masalah perut, hedehhhh!

    Dan saya kemarin spontan menyadari, awal body shaming sering banget datang dari kalimat pembuka percakapan yang niatnya basa basi, tetapi malah jadi BASI beneran.

    “Eh, kamu kok kurus banget sih?”
    “Kamu gemukan ya?”
    “Jarang olahraga ya? Buncit dan gombyor banget badan.”
    “Kok udah lama lahirannya, masih gede aja badannya?”

    *OTOMATIS BERUBAH HIJAU, BESAR, DAN KEKAR KAYA HULK*


    via GIPHY


    Jadi, kemarin saya – dengan kemampuan desain pas-pasan dan bermodal Canva – langsung membuat sebuah gerakan sederhana. Namanya #STOPbasabasibodi, tagline-nya Mari mulai bicara, tanpa mencela raga. Tujuannya, saya ingin mengajak kita bikin percakapan bermutu, dimulai dari opening line yang enggak menyinggung fisik lawan bicara.



    Frankly speaking, mencela fisik seseorang sering dianggap sebagai lelucon yang menyenangkan. Makanya cela-celaan fisik masih jadi salah satu bahan lawakan yang digemari di Indonesia. Padahal, kata-kata yang awalnya kita lontarkan dalam konteks bercanda, rupanya bisa membekas bagi mereka yang mendengarnya.

    Curcol lagi, saya sempat sebal sama kacamata. Gara-gara sering dihina “mata empat” dan dibilang kacamata bikin saya makin culun, saya dulu gemes banget pengin buru-buru pakai lensa kontak. Akhirnya, saya jadi pemakai lensa kontak sejak tingkat 3 kuliah. Awalnya karena kacamata saya retak dan kacanya nyaris masuk mata waktu tanding basket. Kemudian, si kacamata lama-lama suka ganggu kalau saya praktikum di lab (suka berembun karena keringat).

    Tapi, setelah melahirkan, saya kembali lebih nyaman pakai kacamata sampai sekarang. Ya sudahlah, toh yang membuat saya terlihat menarik bukan melulu dari pakai kacamata atau tidak, tetapi masih banyak faktor lain, misalnya senyum, kulit terawat (pe-er buat rajin skinkeran), muka segar karena cukup istirahat, dan tentu saja bahagia secara batin juga bakal bikin saya lebih bersinar.

    Nah, enggak semua orang punya kesempatan untuk langsung tercerahkan. Membangun positive body image itu memang penting. Namun, tak kalah penting pula bagi kita untuk membantu orang lain memahami dirinya berharga dengan tidak menjatuhkan rasa percaya dirinya.

    repeat the mantra!
    pic : popsugar


    Saya sudah post tentang #STOPbasabasibodi ini di akun Facebook dan Instagram saya. Silakan banget buat share dan repost supaya lebih banyak lagi wanita tahu serta terinspirasi untuk menciptakan hari yang lebih baik.

    Post di Facebook
    Post di Instagram

    Seandainya kamu ingin ikut serta mendukung gerakan ini, kamu bisa kirim DM di Facebook, Instagram, atau e-mail saya, ya! Semakin banyak yang mendukung, semakin cepat dan mudah pula pesan positif ini tersebar serta tersampaikan kepada jutaan wanita Indonesia.

    Your body loves you, love it back! Semoga kita bisa selalu menghargai tubuh ini dan juga menghargai tubuh orang lain. Bikin hari dan dunia ini lebih menyenangkan, yuk!




    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    Who's Winda?

    My photo
    winda reds
    silly geeky newbie writer | a big fan of the 90's | can't resist cute cats, British accents and guys with geeky glasses
    View my complete profile

    Back to the 90's Battle

    Back to the 90's Battle
    Karena era 90-an terlalu manis untuk dilupakan

    Medsos Mamah Merah

    • facebook
    • instagram
    • twitter
    • linkedin
    • wattpad
    • storial

    Labels

    90sbattle backto90s books comics fiction movies music non fiction TV webtoon winda says

    Blog Archive

    • April 2020 (1)
    • September 2018 (2)
    • August 2018 (2)
    • July 2018 (3)
    • June 2018 (3)
    • May 2018 (3)
    • April 2018 (5)
    • March 2018 (4)
    • February 2018 (5)

    Popular Posts

    • We are Pharmacists - Webtoon Nostalgia Anak Farmasi
    • Up in the Air - Ketika Tiga Generasi Berjalan Mencari Jati Diri

    Most Popular

    • We are Pharmacists - Webtoon Nostalgia Anak Farmasi
    • Up in the Air - Ketika Tiga Generasi Berjalan Mencari Jati Diri

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top